Corona di Dunia
Inggris Masuk Jurang Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Minus 20,4 Persen, Ini Penyebab dan Dampak Resesi
Perekonomian mulai membaik pada Juni, dengan dibukanya kegiatan usaha, dan pabrik mulai meningkatkan kapasitas produksi.
TRIBUN-BALI.COM, LONDON - Perekonomian Inggris mengalami kontraksi hingga 20,4 persen pada kuartal II 2020 jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Hal tersebut disebabkan oleh pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat pemerintah menerapkan kebijakan isolasi total atau lockdown.
Namun demikian, terjadi perbaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada bulan Juli yang tumbuh 8,7 persen seiring dengan pelonggaran kebijakan lockdown yang diberlakukan oleh pemerintah, mengikuti bulan Mei yang membaik 1,8 persen.
• Indonesia Dihantui Resesi, Ekspor Dianggap sebagai Solusi, Berikut Ini 6 Negara yang Sudah Resesi
Dikutip dari CNBC, Rabu (12/8/2020) kontraksi pada kuartal kedua adalah yang terburuk setelah sebelumnya di kuartal pertama PDB juga mengalami konraksi sebesar 2,2 persen.
Sebelumnya, analis di dalam jajak pendapat yang dilakukan Reuters memperkirakan perekonomian Inggris akan mengalami kontraksi sebesar 20,5 persen.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut berarti Britania Raya mengalami mengalami resesi secara teknis.
Sektor jasa, konstruksi dan produksi seluruhnya menunjukkan kemerosotan.
Kantor Statistik Nasional (ONS) Inggris menyatakan tekanan terutama terjadi pada sektor-sektor yang paling terdampak kebijakan pembatasan aktivitas oleh pemerintah.
"Perekonomian mulai membaik pada Juni, dengan dibukanya kegiatan usaha, dan pabrik mulai meningkatkan kapasitas produksi. Pembangunan rumah pun juga menunjukkan perbaikan," ujar Deputy National Statistical for Economic Statistics Jonathan Anthow.
• Filipina Alami Resesi, Pertumbuhan Ekonominya Minus Sampai 16,5 Persen
"Meski demikian, PDB di Juni masih lebih rendah di bawah lebel Februari, sebelum virus menyerang," jelas dia.
Jika dibandingkan, PDB riil Inggris saat ini lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II tahun 2003.
Adapun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (yoy), ekonomi Inggris mengalami kontraksi sebesar 21.7 persen.
6 negara juga sudah resesi
Di tahun 2020, beberapa negara sudah mengalami resesi ekonomi, di antaranya China, Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, Jerman, dan Amerika Serikat (AS).
Enam negara tersebut masuk daftar 10 besar negera asal investor yang tercatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) setidaknya sejak tahun lalu sampai dengan semester I-2020.
• Kalau Terjadi Resesi Ekonomi, Hal Ini yang Bisa Dilakukan Masyarakat
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, meski beberapa negara investor langganan Indonesia sudah terlebih dahulu mengalami resesi ekonomi, tidak langsung berdampak signifikan kepada realisasi investasi dalam negeri.
Menurutnya, pasti investor besar memiliki target ekspansi di tahun ini.
Terbukti beberapa perusahaan asing mengabarkan hendak merelokasi usahanya ke Indonesia, bukan memilih benar-benar gulung tikar di negara asal.
• Ekonomi RI Tumbuh Minus 5,32 Persen di Kuartal II-2020, Ekonom : Secara Formal Belum Resesi
Maka itu, kata Shinta, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja perlu diselesaikan dalam waktu dekat untuk mempermulus langkah investor, apalagi pemerintah sudah menyiapkan berbagai insentif perpajakan.
“Namun, insentif perpajakan itu sebagai sweetener. Tidak ada yang bisa janji investasi yang masuk padat modal atau padat karya. Masalah investasi saat ini adalah soal ketenagakerjaan dan regulasi perizinan,” kata Shinta kepada Kontan, Minggu (9/8/2020).
Shinta melihat, pemerintah dapat lebih fokus menarik investasi padat karya melalui sektor manufaktur.
Industri kimia dan farmasi dinilai, saat ini mempunya outlook yang menjanjikan karena permintaan yang sedang naik.
• Indonesia Diambang Resesi, Ekonom Sarankan Agar Tiru Langkah China
Di sisi lain, Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, investasi di tahun ini sudah pasti kontraksi.
Menurut Enny, dalam situasi pandemi, cash flow perusahaan sudah pasti menipis bahkan nyaris habis.
Alhasil, simpanan uang yang dipunya lebih dipergunakan untuk kegiatan oprasional sehar-hari perusahaan.
Pengertian Resesi
Resesi adalah kata yang sering dibicarakan akhir-akhir ini terkait kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus di tengah pandemi Covid-19.
Sejumlah negara mengalami resesi. Lantas, apa itu resesi?
Arti Resesi
Pada 1974, ekonom Julius Shiskin mendefinisikan arti resesi adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjadi selama dua kuartal berturut-turut.
Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami PDB negatif, adanya kenaikan tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan terjadinya kontraksi di pendapatan manufaktur untuk periode waktu yang panjang.
Sementara, melansir dari Forbes, pengertian resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Sedangkan Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) otoritas yang dipercaya menentukan mulai dan berakhirnya resesi di AS mengartikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung lebih dari beberapa bulan.
Biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan ritel.
Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis atau dalam ekonomi suatu negara.
Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai resesi, seperti yang disarikan Kontan dari Forbes:
Penyebab Resesi
Ada beberapa yang menyebabkan resesi, mulai dari goncangan ekonomi secara tiba-tiba hingga dampak dari inflasi yang tidak terkendali.
Berikut beberapa penyebab resesi.
1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba
Wabah virus Corona yang memukul sektor ekonomi di seluruh dunia, adalah contoh yang lebih baru dari goncangan ekonomi yang tiba-tiba.
Contoh lain, pada 1970-an, OPEC memutus pasokan minyak ke AS tanpa peringatan, menyebabkan resesi, belum lagi adanya antrean tak berujung di pompa bensin.
2. Utang yang berlebihan
Ketika individu atau dunia usaha mengambil terlalu banyak utang, mereka bisa terjebak ke gagal bayar utang.
Terjadinya gagal bayar ini lah yang membuat kebangkrutan dan membalikkan perekonomian.
3. Gelembung aset
Investasi berlebihan di pasar saham atau real estate diibaratkan seperti gelembung yang bisa membesar.
Ketika gelembung meletus, terjadi penjualan dadakan yang dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.
4. Terlalu banyak inflasi
Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu.
Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.
Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi.
Pada 1970-an, inflasi yang tidak terkendali menjadi masalah di AS.
Bank sentral AS atau The Fed pun dengan cepat menaikkan suku bunga, yang menyebabkan resesi.
5. Terlalu banyak deflasi
Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga.
Ketika siklus deflasi tidak terkendali, orang-orang dan bisnis berhenti belanja, yang akibatnya merongrong perekonomian.
Contohnya, pada 1990-an, Jepang harus berjuang melawan deflasi yang membuatnya terpuruk dalam resesi.
6. Perubahan teknologi
Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.
Pada abad ke-19, Revolusi Industri membuat seluruh profesi tergusur teknologi, memicu resesi dan masa-masa sulit.
Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.
Dampak Resesi
Dampak resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi.
Contohnya, ketika investasi anjlok saat resesi, secara otomatis akan menghilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka PHK naik signifikan.
Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional.
Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi.
Lalu neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.
Dalam skala riilnya, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah.
Lalu banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar.
Resesi pernah terjadi di sebagian negara Eropa dalam rentan waktu tahun 2008-2009.
Di mana situasi sulit ini juga sempat membuat ekonomi Indonesia melemah.
Negara tetangga, Thailand, juga sempat mengalami resesi ekonomi pada tahun 2010 saat PDB-nya terus merosot.
Indonesia sendiri sempat mengalami resesi cukup parah pada tahun 1998.
Banyak resesi global juga terjadi karena faktor eksternal yang berada di luar kendali seperti dinamika global perang dagang China dan Amerika Serikat (AS).
Kondisi-kondisi yang bisa mengukur apakah bisa terjadi resesi 2020 atau resesi ekonomi 2020. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, Pertumbuhan Ekonomi Minus 20,4 Persen, Inggris Masuk Jurang Resesi, https://money.kompas.com/read/2020/08/12/143000426/pertumbuhan-ekonomi-minus-20-4-persen-inggris-masuk-jurang-resesi