Sidang Kasus Perkara Jerinx di Pengadilan Negeri Denpasar, Pengacara Minta Putusan yang Adil

Sidang kasus ujaran kebencian dengan terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx kembali digelar secara virtual di PN Denpasar, Selasa (29/9/2020).

Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Jerinx memeluk erat istrinya Nora Alexandra, kemudian mengajak Nora masuk ke dalam mobil tahanan, Selasa (29/9/2020) 

Setelah banyak pihak, terutama pihak KSP sepakat terkait isu tersebut, terdakwa berpikir ada harapan perubahan kebijakan.

Bersalin adalah situasi hidup mati dan Jerinx berharap dalam situasi seperti itu pihak medis dan sistem kesehatan di negara ini prioritaskan persalinan daripada mendahulukan rapid test sebagai syarat layanan kesehatan.

Namun tidak demikian kenyataannya, tidak berapa lama, tepatnya tanggal 3 Agustus 2020 Jerinx dipanggil sebagai saksi oleh pihak Penyidik Ditkrimsus Polda Bali.

Pada saat itulah terdakwa tahu bahwa dia sudah dilaporkkan oleh IDI Bali sejak 16 Juni 2020.

"Terdakwa pun akhirnya tahu. Rupa-rupanya SPDP (Surat Dimulainya Penyidikan Perkara) atas perkara a quo sudah dikirim ke Kejaksaan Tinggi Bali sejak 27 Juli 2020, atau sehari setelah terdakwa membuat heboh Indonesia dengan menggelar demo menolak rapid test/swab test sebagai syarat administrasi. Apakah ini kebetulan?" tanya Adi kembali.

Dari proses itulah, tim hukum menilai ada banyak kejanggalan. Adi menyatakan, jika diperhatikan secara kronologis, Jerinx dilaporkan pada 16 Juni 2020.

Namun selama proses itu ia tidak pernah dipanggil untuk klarifikasi atas laporan tersebut, yang ada justru Jerinx pada saat itu langsung dipanggil sebagai saksi dan baru saat itulah mengetahui bahwa perkara ini sudah dilakukan SPDP.

Kejanggalan lain yang mencolok adalah tanggal pengiriman SPDP ke Kejati Bali, yakni 27 Juli 2020.

"Apakah ini sebuah kebetulan SPDP dikirimkan sehari setelah terdakwa dkk menggelar demo menolak rapid test/swab test sebagai syarat administrasi yang menghebohkan itu?" kata Adi.

Tim hukum Jerinx pun merasa bahwa penggunaan UU ITE kepada orang yang bertanya kritis atas kebijakan yang tidak adil.

Pun demikian, memperhatikan surat dakwaan Tim Penuntut Umum yang dibuat singkat waktu ternyata selaras dengan hasilnya.

Menurut Agus Suparman, halaman surat dakwaan tersebut disusun dengan cacat formil, penuh ketidakcermatan, ketidakjelasan dan ketidaklengkapan.

Sehingga surat dakwaan menjadi kabur atau obscuur libel.

Di samping itu terlihat bahwa Penuntut Umum serampangan menyusun surat dakwaan. 

Ada beberapa hal yang perlu ditanggapi karena dalam surat dakwaan tersebut terdapat pelbagai kekeliruan, kekaburan, ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan ketidaklengkapan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved