Warga Desa Banjar Buleleng Datangi Kejati Bali, Pertanyakan Penanganan Dugaan Korupsi Dana BKK
Tujuh orang perwakilan warga Desa Banjar, Buleleng, Bali, mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Rabu (30/9/2020)
Penulis: Putu Candra | Editor: Irma Budiarti
Saksi berasal dari warga, birokarasi, dan kelompok masyarakat.
Kejati Bali juga telah meminta BPKP Bali melakukan audit dan hasilnya telah turun.
"Bahkan penyidik sudah meminta audit dari BPKP, dan sudah keluar hasil uaditnya dengan jumlah kerugiannya Rp 165.500.000. Untuk modusnya, secara umum modus tersangka menggunakan uang tidak sesuai peruntukannya," ungkap Luga.
Namun, lanjut Luga, pada 20 Agustus 2020 lalu, tersangka telah mengembalikan seluruh kerugian ke kas daerah.
Dengan adanya pengembalian kerugian tersebut, penyidik sedang mengkaji unsur tindak pidana terpenuhi atau tidak.
• Mie Instan hingga Minuman Instan Wajib Cantumkan Logo Pilihan Lebih Sehat , Begini Penjelasan BPOM
• Pikap Terbakar Usai Pemilik Buka Slang Karburator
"Dengan adanya fakta pengembalian kerugian negara itu, penyidik sedang mengkaji dan meneliti unsur-unsur yang mengarah ke tindak pidana yang dilakukannya, apakah sudah terpenuhi dan layak dibawa ke pengadilan," jelasnya.
Ditanya dalam UU Tipikor pengembalian kerugian tidak menghapus tindak pidana, mantan Kacabjari Nusa Penida, Klungkung ini, menjelaskan, hal itulah yang sedang dikaji penyidik.
Katanya, dalam hukum pidana, penjara bukan semata memenjarakan orang.
Tetapi uang bisa kembali dan diselamatkan.
“Selain itu juga berbicara kemanfaatan. Jangan sampai penanganan kasus ini melampui apa yang dianggarkan pemerintah. Kerugian Rp 165 sekian juta, tapi operasional (penanganan perkara) bisa Rp 200 juta,” tuturnya.
Kembali didesak apakah perkara ini ada kemungkinan tidak sampai disidangkan, Luga menyatakan semua masih dikaji penyidik.
Pihaknya berjanji secepatnya hasil pengembangan penyidikan akan disampaikan.
"Secepatnya nanti kami sampaikan, karena ada fakta-fakta baru yang bisa dikembangkan. Salah satunya meminta keterangan saksi baru," katanya.
Ditanya apa kendala penyidik sehingga kasus ini bisa enam bulan tanpa ada kejelasan, Luga menyebut salah satu alasannya adalah TKP di Buleleng.
Di samping itu, Maret 2020, setelah penetapan tersangka, penyidik sangat hati-hati dalam memanggil saksi karena adanya Covid-19.
"Pertama, TKP-nya di Buleleng. Di bulan Maret 2020 hingga penetapan tersangka dilakukan permintaan keterangan lagi. Ini yang kami atensi perkembangannya saat situasi Covid-19. Kami harus hati-hati melakukan pemanggilan. Langkah yang kami ambil adalah meminta audit, sambil mencicil dan terus bergerak," tegasnya.
(*)