Serba Serbi
Mengenal Aksara Modre yang Dianggap Sakral dan Magis di Bali
Bali memiliki harta karun berupa kekayaan bahasa, sastra, dan aksara. Salah satunya aksara modre, yang dikenal memiliki nilai magis dan sakral di Bali
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Tak hanya disebut Pulau Dewata, Bali juga memiliki harta karun berupa kekayaan bahasa, sastra, dan aksara.
Satu diantaranya aksara modre, yang dikenal memiliki nilai magis dan sakral di Bali.
Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Nala Antara, memberikan penjelasan detail tentang hal ini.
Pria yang akrab disapa Nala ini, menjelaskan aksara Bali memang aksara atau huruf yang tidak sama dengan huruf lainnya.
“Secara konseptual, aksara itu kan alat komunikasi tulis, jadi bahasa tulis. Penggambaran bahasa lisan. Aksara Bali itu, menggambarkan peradaban orang Bali yang sesungguhnya,” jelasnya kepada Tribun Bali, Kamis (15/10/2020).
Sehingga dalam proses kehidupan budaya Bali, dengan kental nuansa agama Hindu Balinya. Aksara Bali tidak hanya berfungsi komunikatif saja, sebagai bahasa tulis tetapi memiliki fungsi lainnya.
“Dia (aksara) memiliki nilai-nilai magis dan nilai-nilai religius, itulah sebabnya mengapa aksara Bali dianggap sakral,” tegasnya.
Ahli aksara ini, menambahkan, secara fungsional aksara Bali dibagi tiga, yakni wreastra, swalalita, dan modre.
Aksara wreastra dan swalalita merupakan aksara Bali yang kerap digunakan menuliskan hal-hal berkaitan dengan kehidupan sehari-hari warga Bali.
Sementara modre, memang kerap dianggap aksara suci dan memiliki fungsi khusus.
“Tapi sejatinya aksara wreastra dan swalalita, juga masuk ke dalam aksara modre,” sebutnya.
Hanya saja, kata dia, ada ciri khas tertentu dalam aksara modre tersebut. Sehingga kesannya aksara modre itu sakral.
“Jadi kesakralannya muncul, ketika aksara Bali itu dalam konteks magis dan religi. Bukan aksara modre saja, tetapi dalam artian aksara Bali secara umum,” jelasnya.
Dosen asli Karangasem ini, mengatakan ketika masyarakat Bali mulai melakukan ritual, atau hal magis yang dalam istilah Bali disebut kadiatmikan, maka di sanalah, aksara modre digunakan.
Baca juga: Kisah Suatjana Mendigitalisasi Aksara Bali, Raih Penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama 2019
Baca juga: Generasi Muda Bali Alami Penurunan Kualitas Pamahaman Aksara Bali