Mensesneg Akui Ada Kesalahan pada UU Cipta Kerja yang Diteken Jokowi

Kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Editor: Kander Turnip
Kompas.com/Sonya Teresa
Presiden KSPI, Said Iqbal menunjukkan pernyataan sikap aliansi buruh atas omnibus law UU Cipta Kerja, yang akan diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi, pada Senin (2/11/2020) 

d. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.

"Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi pasal 186 undang-undang Cipta Kerja.

Senin (2/11) kemarin, massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar unjuk rasa yang terpusat di Istana Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. Menyerukan penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja dan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Baru Tahun 2021 di Masa Pandemi Covi-19.

Presiden KSPI Said Iqbal memastikan, uji materil UU Cipta Kerja saat ini belum bisa terlaksana lantaran undang-undang tersebut belum memiliki nomor atau belum diundangkan.

Walhasil, uji materil belum bisa dilakukan.

"Gugatan sudah ada. Sudah sangat siap sekali, tapi karena belum ada nomor (UU), tentu sesuai mekanisme persidangan di MK, dikhawatirkan kami di-NO, tidak diterima, oleh karena itu kami menunggu nomor setelah ditandatangani presiden," kata Said Iqbal.

Lima pernyataan sikap kaum buruh kepada Mahkamah Konstitusi

Meminta agar Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-undang Cipta Kerja melandasi diri pada keyakinan terhadap hati nurani, yaitu keyakinan yang mendalam atas dasar keimanan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Meminta agar MK, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-undang Cipta tidak sekadar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik. Said mengatakan, apabila Hakim MK hanya mendasarkan putusan pada kebenaran yang bersifat formal, kebenaran sejati tidak akan pernah dapat ditemukan.

Berharap agar MK, dalam mengambil keputusan tidak hanya mengandalkan bukti-bukti yang diajukan Pemohon.

Said Iqbal berharap agar MK juga perlu mengambil inisiatif, dan secara aktif dapat menggali sendiri kebenaran uji materiil dari Undang-undang Cipta Kerja yang kelak akan diuji.

MK merupakan praperadilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final and binding.

Sehingga tidak ada lagi instrumen hukum yang dapat mengubah putusan MK.

"Dalam hal ini kaum buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai judex factie (pemeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut)," jelas Said Iqbal.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved