Serba Serbi
Pura Dalem Pingit, Saksi Sejarah Pertama Kali Gajah Mada Menginjak Pulau Bali
Pertama kali maha patih Gajah Mada turun di tanah Bali adalah di Pura Dalem Pingit
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
“Keturunannya pun tidak ada yang tahu atau rungu, padahal ini adalah wit (awal) dari dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan di Bali,” jelasnya.
“Beliau ingin dengan pembangunan ini sebagai tempat suci saksi sejarah, agar generasi (preti sentana) turun-temurun dapat tetap mengetahui dan mempelajari kehidupan di masa lampau. Inilah yang kami wujudkan dengan dibangunnya padma, prasada, dan penyarikan sebagai saksi sejarah keraton Linggarsa Pura,” jelasnya.
Baca juga: Jero Made Bayu Gendeng: Ada Energi Kuat yang Melindungi Bali
Prasada tersebut, kata dia, adalah penunggalan (penyatuan) Majapahit dan Bali.
Terlihat dari segi arsitekturnya, yang merupakan campuran arsitektur Majapahit di Jawa dan Bali.
“Setelah hari ketiga gotong royong dalam pembangunan di sini, saya kembali melihat secara rohani kedatangan ida bhatara. Beliau berkeinginan agar dibuatkan patung Gajah Mada dengan membawa lontar dan keris, makna filosofinya ketika Gajah Mada melakukan penyelidikan di Bali,” katanya.
Patung Maha Patih Pranala Gajah Mada pun, terlihat dibangun dengan konsep rumah joglo dengan pakaian Jawa.
Sebagai tanda awal dia datang ke Bali dari Jawa atas titah Majapahit.
Patung ini pun disakralkan.
Uniknya wajah dan perawakan patung Gajah Mada, juga diwangsitkan dalam pertemuan gaib tersebut.
“Patung ini seberat 700 kg, dan dibawa oleh 20 orang dengan tandu bambu, melewati jalan setapak yang cukup jauh,” sebutnya.
Ia memperkirakan karena anugerah Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan, semuanya berjalan lancar.
Baik dari pembangunan hingga membawa patung yang cukup berat tersebut.
Patung yang dikerjakan di Ubung ini pun, tidak bisa dipindah-pindahkan.
Lanjutnya, rencana pada tanggal 25 November 2020 akan dilakukan caru tawur balik sumpah dan rsi gana.
Pada tanggal 28 November 2020, diadakan upacara nilapati, dan tanggal 30 November 2020 akan dilakukan melaspas serta ngenteg linggih.
“Ini semua sesuai petunjuk beliau, jadi tujuan upacara tersebut adalah menjadikan tempat ini tempat suci,” katanya.
Jadi membuat sejarah baru dalam peradaban yang lama, peradaban sudah 700 tahun lebih lalu menjadi sejarah.
Dalam konsep penunggalan Jawa dan Bali.
“Prasada dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan, prasada tempat pemujaan beliau,” katanya.
Ia mengatakan, jika ada masyarakat yang ingin datang untuk sembahyang atau semedi bisa membawa canang dan banten pejati.
Harapan lainnya, dengan pembangunan ini semua preti sentana keturunan bisa berkumpul di sini.
Mengingat awal sejarah leluhurnya datang ke Bali.
Terbukti, banyak pengayah dalam pembangunan datang dari berbagai wilayah di Bali secara ikhlas.
Sehingga selama pembangunan berjalan sangat lancar hampir tanpa hambatan.
Satu di antaranya, jalan menuju ke lokasi awalnya masih tegalan rimbun.
Namun akhirnya warga dan petani setempat memberikan sedikit tanahnya untuk dijadikan jalan.
“Kemudian di sini juga ada pasir, yang semakin digali tetap ada, sangat luar biasa bantuan beliau,” tegasnya.
Lokasi dengan luasan sekitar 2 Ha ini, sebelumnya hanya tegalan dan sawah biasa dengan tanah muntig (gegumuk) yang menjadi saksi bisu tempat abu Ida Bhatara Dalem Sri Kresna Kepakisan, beserta abu istri dan putrinya.
“Konon tanah tersebut tidak bisa ditanami apapun kecuali rerumputan,” jelasnya.
(*)