Demo AWK
Sikap MDA Bali Terkait Kasus AWK, Dukung Proses Hukum dan Perjuangan Krama Adat
Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengeluarkan pernyataan sikap terkait kasus AWK
Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terkait adanya demonstrasi atas pernyataan Anggota DPD RI Perwakilan Bali, Arya Wedakarna yang kontroversial, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengeluarkan pernyataan sikap.
Pernyataan sikap ini dikeluarkan pada Selasa (3/11/2020), dan ditandatangani oleh Bendesa Agung MDA Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet serta Penyarikan Agung MDA Bali, I Ketut Sumarta.
Bendesa Agung MDA Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet mengatakan, ada tujuh poin yang tertuang dalam pernyataan sikap tersebut.
“Setelah kami mendengar, menyimak dan mencermati aspirasi, situasi, dan kondisi yang disampaikan oleh komponen masyarakat Bali, maka MDA pun menyampaikan sikap atas hal ini,” kata Sukahet, Rabu (4/11/2020).
Pihaknya mengaku mendukung penuh dan siap membela aspirasi dan seluruh perjuangan krama adat Bali.
Pada poin kedua, MDA telah melarang seluruh aktivitas Hare Krisna, termasuk lembaga pendidikan yang mengembangkan ajaran-ajaran Hare Krisna.
“Ucapan yang disampaikan oknum Anggota DPD RI Perwakilan Bali atas nama AWK, ada dugaan sangat kuat telah melecehkan, menghina, dan menistakan agama Hindu Bali,” imbuhnya.
MDA juga menyesalkan dan sangat tidak mentolerir pernyataan AWK tentang seks bebas diperbolehkan asal memakai kondom, karena bertentangan dengan ajaran semua agama, termasuk agama Hindu.
Baca juga: AWK Tanggapi Pernyataan Sikap Massa Forkom Taksu Bali dan Ungkapkan Fokus pada Kasus Pemukulannya
Baca juga: PHDI: AWK Wajib Minta Maaf Secara Sekala Niskala ke Umat Hindu Bali
Pihaknya juga menegaskan tidak akan memediasi atau menyediakan diri sebagai mediator terhadap masalah-masalah yang diduga menjadi ranah pidana.
MDA mendorong agar proses hukum dan penegakan hukum dilaksanakan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
“Dalam waktu segera, MDA Provinsi Bali akan mengirimkan surat kepada Badan Kehormatan DPD RI di Jakarta untuk mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya terhadap perilaku oknum Anggota DPD RI atas nama AWK, yang sangat tidak patut sesuai dengan kode etik DPD RI,” imbuhnya.
Pada poin ketujuh, pihaknya juga meminta seluruh desa adat di Bali dan krama adat se-Bali untuk selalu bersatu padu di dalam usaha dan perjuangan membela adat, agama, tradisi, serta budaya dan semua kearifan lokal Bali.
PHDI Minta AWK Minta Maaf Sekala Niskala
Terkait adanya demo atas pernyataan kontroversial AWK, PHDI Bali meminta Arya Wedakarna meminta maaf secara sekala dan niskala.
Hal tersebut diungkapkan Ketua PHDI Bali, Prof. Dr. IGN Sudiana yang dihibungi Rabu (4/11/2020) petang.
"Kami meminta Arya Wedakarna, wajib menyampaikan permintaan maaf secara sekala dan niskala kepada umat Hindu di Bali, sehubungan dengan pernyataannya yang menyebut Ida Bhatara yang melinggih di Pura Dalem Ped di Nusa Penida bukan Dewa tapi makhluk suci," kata Sudiana.
Hal tersebut dianggap menodai dan merendahkan keyakinan umat Hindu Bali.
PHDI Bali juga minta AWK untuk melakukan klarifikasi terkait ucapannya yang mengatakan boleh melakukan seks bebas asal memakai kondom.
Apalagi dalam video yang beredar, AWK mengucapkan hal itu di hadapan siswa.
"Untuk proses hukum atas dugaan penistaan simbol Hindu terkait Ida Bhatara Dalem Ped, kami mendukung proses yang tegas dan profesional dari aparat penegak hukum terhadap kasus AWK yang telah dilaporkan ke kepolisian," katanya.
Pihaknya mempercayakan proses hukum ini kepada kepolisian.
Hal ini juga harus dapat menjadi pembelajaran bagi AWK agar ke depan tidak mengulangi perbuatannya.
Pihaknya juga meminta PHDI Pusat memberi atensi lebih cepat yang menyangkut tuntutan pencabutan pengayoman ISKCON/Hare Krisna.
Dengan demikian umat di Bali mendapat gambaran tentang proses yang sudah berlangsung di pusat.
Walaupun demikian, Sudiana juga meminta umat yang melakukan demonstrasi agar tertib dan berjalan damai.
"Jangan memakai kata-kata kasar agar berjalan dengan tertib dan benar-benar aksi damai," katanya.
Raja Se-Bali Minta AWK Haturkan Guru Piduka
Raja puri se-Bali menggelar pertemuan di Puri Agung Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali, Minggu (1/11/2020).
Pertemuan yang dihadiri PHDI, Majelis Desa Adat (MDA) Bali, dan Kanwil Kemenag ini membahas soal penyebaran aliran Hare Krisna (HK) dan kekisruhan yang dilakukan Arya Wedakarna (AWK) atas ucapannya yang menyinggung bhatara sesuhunan di sejumlah pura di Bali.
Baca juga: Raja Se-Bali Lakukan Pertemuan, Dukung Proses Hukum dan Minta AWK Haturkan Guru Piduka di Pura
Selain AWK dinilai harus meminta maaf, ia juga diharuskan menggelar upacara guru piduka (meminta maaf secara niskala) di pura yang sesuhunannya disinggung dalam video dharmawacanya yang viral.
Terkait adanya pihak yang melaporkan perkataan AWK, puri sejebag Bali mendukung hal tersebut, namun dengan catatan agar tidak melakukan demonstrasi yang dapat merusak kondusivitas Bali.
Koordinator Peikatan Puri Sejebag Bali, Ida Tjokorde Putra Nindia, mengatakan pertemuan ini dilakukan atas keprihatinan pihak puri se-Bali atas kekisruhan yang terjadi saat ini.
Kata dia, masyarakat Bali sudah tenang dengan agama Hindu yang diyakininya selama ini, namun ada pihak yang diduga bertujuan menodai kepercayaan umat.
"Bali yang sudah sangat tenang dan damai, dengan agama Hindu Balinya yang dijaga oleh desa adat masing-masing. Dalam keadaan Covid-19 yang mengancam kelangsungan pariwisata hingga ekonomi, justru timbul masalah-masalah yang sangat sensitif," ujarnya.
Ia menegaskan, siapapun yang mengganggu keharmonisan masyarakat Bali, tentu harus diluruskan.
Ia pun meminta supaya yang besangkutan harus meminta maaf kapada krama Bali, agar semuanya kambali tenang.
Terkait ucapan yang menyentuh Sesuhunan atau Ida Bhatara, agar mengadakan guru piduka di pura setempat.
"Pertama harus minta maaf, dan jika ada ucapan yang menyentuh Sesuhunan, harus menghaturkan guru piduka," tandasnya.
Terkait masalah melapor dugaan penodaan agama, pihaknya mempersilakan.
Sebab hal tersebut merupakan hak setiap orang.
Baca juga: Warga Nusa Penida Layangkan 3 Tuntutan, Sejumlah Elemen Masyarakat Laporkan AWK ke Polda Bali
"Jagalah Bali jangan lakukan demontrasi. Jangan seperti yang lalu, mengusuik kedamain masyarakat. Lakukan dengan etika-etika keBalian yang benar," tandasnya.
Ketua PHDI Bali Gusti Ngurah Sudiana mengungkapkan, akar permasalahan kekisruhan ini adalah Hare Krisna (HK).
Pihaknya pun mendukung pembubaran HK.
Namun dalam hal ini, yang memiliki kewenangan membubarkan paham tersebut adalah Mahkamah Agung, Mendagri, Kementerian Agama dan Menkumham.
"PHDI Bali mendukung terkait pembubaran HK, sudah puputan terkait HK, hanya saja PHDI pusat belum melakukan pencabutan," ujarnya.
Ia pun meminta AWK untuk menjaga setiap ucapannya, dan tidak mengomentari hal yang di luar tugas, pokok, dan fungsinya sebagai DPD RI.
"Jangan mengambil agama, kalau tidak paham, sabda (perkataan itu) akan mengakibatkan dua kemungkinan, ketenangan atau perang," ujarnya.
Secara tegas dikatakannya, jangan mengutak-atik terkait keyakinan orang lain jika tidak tahu atau dijadikan media politik.
"Meminta maaflah, secara teologi Ida Bhatara Dalam Peed adalah Bhatara Durga saktinya Siwa, itu termuat di lontar dukuh Jumpungan. Tidak ada makhluk suci di dalam Hindu. Kalau salah gelis (segera) jalankan guru piduka," tegasnya.
Bendesa Agung, Ida Penglingsir Putra Sukahet, mendorong masyarakat untuk menjalankan tindakan secara kesatria.
Tidak ada mediasi yang dilakukan.
Supaya permasalahannya jelas, dipersilakan menempuh jalur hukum.
"Akar permasalahannya di HK, bukan karena perbedaan dalam Hindu, tapi HK secara massif telah menyebarkan keyakinan-keyakinan yang berbeda kepada umat yang sudah beragama. Selain itu mendiskreditkan, menjelek-jelekan keyakinan Hindu Bali. Kesimpulannya agar Bali tetap ajeg, silakan bawalah ke proses hukum, nanti pihak yang berwajib menentukan, agar permasalahannya jelas," tandasnya.
(I Putu Supartika/I Wayan Eri Gunarta)