Pipres Amerika Serikat
Hasil Pilpres Amerika Serikat 2020: Raihan Suara Joe Biden 264, Kurang 6 Jadi Presiden Baru AS
Hasil Pilpres Amerika Serikat 2020. Biden hanya kurang enam suara untuk menjadi Presiden baru Amerika Serikat. Peluangnya sebagai presiden baru AS
Penulis: Sunarko | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Ada lima Negara Bagian di AS dengan kursi elektoral besar, yakni California (55 kursi), Texas (38 kursi), New York (29 kursi), Florida (29 kursi), Illinois (20 kursi) dan Pennsylvania (20 kursi).
Jadi, sekali lagi, dalam Pilpres di Amerika Serikat, yang dipilih langsung oleh rakyat bukanlah capres-cawapres yang sedang bertarung, tetapi mereka memilih wakil elektoral dari masing-masing Negara Bagian.
Mereka yang duduk di Electoral College inilah yang nanti akan menentukan siapa yang menjadi pemenang Pilpres AS. Biasanya, presiden pilihan Electoral College ini tidak akan mengingkari suara elektoral yang diraih di lapangan.
Ide tentang Electoral College ini lahir dari kompromi apakah Pilpres di AS dilaksanakan secara langsung atau dipilih oleh anggota DPR. Akhirnya, Konstitusi Amerika mengamanatkan pembentukan Electoral College.
Hal penting lain terkait Electoral College ini adalah penerapan sistem winner takes all. Artinya, capres pemenang electoral vote di Negara Bagian akan meraup semua kursi Electoral College di Negara Bagian itu, sehingga meskipun pesaingnya juga dapat suara, suara itu tidak berarti apa-apa.
Contohnya, dalam Pilpres kali ini, di Negara Bagian California Joe Biden meraih 7.532.550 suara (66%) dan Donald Trump 3.679.723 suara (32,2%).
California memiliki 55 kursi Electoral College. Karena Biden menang di California, maka seluruh electoral vote di sana diberikan semua untuk Biden.
Sebetulnya kan Trump juga dapat suara di sana, namun suara itu tak berarti apa-apa karena ia kalah dalam persaingan merebut Electoral College.
Akibat sistem Electoral College ini, beberapa kali terjadi dalam Pilpres di Amerika dimana Capres dengan popular vote atau suara rakyat terbanyak tidak terpilih sebagai presiden, karena kalah dalam perolehan suara Electoral College oleh kandidat pesaingnya.
Contoh terakhir adalah Hillary Clinton unggul 2,9 juta suara rakyat dalam Pilpres 2016 lalu.
Namun karena kalah dalam perebutan kursi Electoral College dari Donald Trump saat itu, maka meskipun dipilih oleh lebih banyak rakyat alias menang dalam popular vote, namun bukan Hillary yang memenangkan kursi kepresidenan tetapi Trump.
“Dalam soal demokrasi, kita boleh percaya diri karena lebih maju dibandingkan Amerika. Bahkan banyak warga AS, termasuk akademisi dan praktisi politik, mengkritisi sistem Electoral College tersebut. Mereka ingin Pilpres dilaksanakan secara langsung seperti di Indonesia. Namun mengubah Konstitusi AS tidak semudah politisi kita mengamandemen UUD 1945,” tulis Tofan Mahdi.(*).