Pura di Bali

Kisah Mistis Linggarsa Pura, Konon Dijadikan Tempat Menanam Abu Raja Bali dan Keluarganya

Sembari berjalan-jalan melihat lokasi, tempat pertama kali Gajah Mada datang ke Bali. Ida bhagawan menceritakan banyak hal.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Tanah muntig atau gegumuk yang konon menjadi tempat dikuburnya abu Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Kisah menarik dan mistis, diceritakan oleh Ida Sri Bhagawan Sabda Murthi Dharma Kerti Maha Putra Manuaba, sebagai penanggung jawab pembangunan Prasada Linggih Ida Bhatara Sri Aji Kresna Kepakisan. Bertempat di Tegal Sahang, Samplangan, Gianyar.

Sembari berjalan-jalan melihat lokasi, tempat pertama kali Gajah Mada datang ke Bali, Ida bhagawan menceritakan banyak hal.

“Dahulu di sini adalah perkemahan pertama kedatangan Gajah Mada ke Bali, dan setelah itu menjadi Keraton Linggarsa Pura,” jelas Ida bhagawan kepada Tribun Bali beberapa waktu lalu.

Namun seiring berjalannya waktu, lokasi tersebut menjadi area persawahan dan ladang. Sebab dahulu kala, ketika Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan menjadi adipati Bali Dwipa.

Baca juga: 7 Cara Mengobati Batuk Berdahak Secara Alami

Baca juga: PSBB Transisi Jakarta Diperpanjang Lagi hingga 22 November, Ini Penjelasan Gubernur Anies

Baca juga: Profil Kamala Harris, Wanita Kulit Hitam Keturunan Jamaika India yang Jadi Wakil Presiden Amerika

Hanya dua periode lokasi itu menjadi istana, yang selanjutnya berpindah ke Klungkung. Masyarakat umum kemudian mengenal Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan sebagai raja di Bali.

Namun sejatinya, beliau adalah adipati yang diutus Majapahit, setelah Gajah Mada berhasil menaklukkan Raja Bedahulu.

Dalam upaya memperluas dan menyatukan nusantara. Ida bhagawan kemudian menunjukkan sebuah tanah, dilingkari pagar. Dengan rumput di dalamnya dan di tengahnya berisi kain poleng.

Beliau menjelaskan, tanah tersebut dahulunya adalah tanah muntig atau gegumuk. Tanah ini tidak bisa ditanami apapun, kecuali rerumputan.

“Petani sudah sering mencobanya, namun tidak bisa dan tetap tidak tumbuh,” jelas Ida bhagawan.

Pemilik tanah tersebut pun, kata beliau, tidak tahu asal usul tanah muntig tersebut.

“Sudah ada sejak zaman dahulu,” jelas Ida Bhagawan.

Setelah dilakukan penelusuran, secara rohani dan kebatinan bahwa dalam tanah muntig tersebut merupakan tempat penanaman abu dari Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan beserta abu istri dan abu putrinya hingga saat ini.

“Sabda pertama bahwa beliau sampai sekarang masih tetap tinggal di tempat tersebut, bersama istri dan putrinya. Sedangkan putra-putranya sudah menempati puri masing-masing,” jelas Ida Bhagawan.

Diantaranya Ida Dalem Samprangan di Desa Samplangan, Ida Dalem Tarukan di Desa Tarukan, Ida Dalem Ketut di Desa Gelgel. Sedangkan I Dewa Tegal Besung mengikuti pamannya Ida Dalem Samprangan.

Baca juga: Masuk Jebakan Mama Muda, Remaja 18 Tahun Tewas dengan 42 Luka Tusukan

Baca juga: Presiden Palestina beri Ucapan Selamat pada Joe Biden, Berharap Hubungan Kedua Negara Diperkuat

Baca juga: Trump Kabarnya Bakal Diceraikan Melania Pasca Kekalahan di Pilpres AS

Sabda kedua, adalah apabila membangun presada di lokasi tersebut.

Maka bangunlah Tri Lingga Dewata, yaitu padmasana, penyarikan, dan presada untuk beliau namun ada corak Majapahitnya.

Tempat ini kemudian di-sengker, dan disucikan agar tidak sembarangan dilangkahi manusia.

Beliau menceritakan, bahwa warga atau petani yang ingin mencari kelapa di pohon sekitar tanah muntig tersebut. Kerap melempar kelapanya ke arah lain, tidak berani melempar ke tanah muntig itu. Sebab dipercaya, jika dilakukan akan timbul malapetaka, semisal sakit.

Berdasarkan beberapa referensi sejarah seperti Babad Dalem, dan babad lainnya. Dinasti Dalem Samprangan, ketika Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan dinobatkan sebagai adipati di Bali oleh Majapahit.

 Beliau langsung menuju Bali, bersama rombongannya melalui Pelabuhan Rangkung di Pantai Lebih, Gianyar.

Perjalanannya menelusuri sungai, hingga tiba di tempat perkemahan Gajah Mada, di Tegal Sahang, Samplangan, Gianyar.

Sebab sebelumnya, Gajah Mada sampai duluan untuk melakukan investigasi dan mengalahkan raja Bali terdahulu, Raja Bedahulu.

Penelusuran tempat sesuai isi babad, bahwa lokasi ini terletak di Desa Samplangan, Gianyar dan diapit dua sungai yakni Sungai Sangsang dan Cangkir.

Akhirnya tanah sawah, bekas puri atau istana kerajaan dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Kresna Kepakisan terbukti.

Diantaranya, dengan masih adanya dua sungai Sangsang dan Cangkir diantara lokasi ini. Kemudian bukti kuat, adalah adanya tanah muntig atau gegumuk yang tidak tahu darimana asal usulnya dan siapa yang membuatnya.

Bukti lainnya, adanya sebidang tanah yang tidak bisa ditanami apapun kecuali rerumputan.

 Tahun ke tahun, zaman ke zaman, akhirnya puri istana Lingga Pura dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan sekaligus merupakan tempat tinggal ida dalem sirna hilang ditelan bumi. Kemudian seiring waktu, menjadi milik keluarga I Dewa Gede Bisma.

Kisah unik lainnya, adalah adanya arit atau sabit yang saat diambil oleh pengayah di sana diminta lagi oleh penunggunya.

“Banyak cerita unik, satu diantaranya adalah ketika ada yang ngayah di sini disuruh mengembalikan sabit yang diambil,” jelas Ida bhagawan. Sembari menunjuk sebuah pelinggih panyeneng, sebagai penghormatan bagi penunggu sungai di sana. Kebetulan di bawahnya adalah sungai Sangsang.

Ia menjelaskan, ada dua pengayah yang tak sengaja membawa pulang sabit (arit) itu. Dan sampai di rumah dicari oleh penunggu dan diminta membalikan sabit tersebut.

“Pengayah berpikir itu arit biasa, tapi ternyata bukan, jadi dikembalikan lagi ke sini,” katanya.

Beberapa yang datang ke sana juga mendapatkan pica dan meminta kesembuhan atau metamba. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved