Petani Arak di Karangasem Keluhkan RUU Larangan Minuman Beralkohol

Ribuan petani arak di Kabupaten Karangasem mengeluh lantaran ada rencana dari DPR membahas rancangan undang - undang (RUU) tentang  larangan minuman

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Saiful Rohim
Petani arak di Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen memproses minuman arak dengan cara tradisional. 

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Ribuan petani arak di Kabupaten Karangasem mengeluh lantaran ada rencana dari DPR membahas rancangan undang - undang (RUU) tentang  larangan minuman beralkohol.

Baik itu minuman beralkohol yang mengandung etanol atau minumaan diproses secara tradisional.

I Nyoman Redana, petani  arak asal Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, mengatakan rencana  pemerintah (DPR) membahas RUU terkait larangan minuman alkohol merupakan kebijakan yang tak peduli dengan petani.

Kebijakan tersebut sama dengan memasung  petani arak untuk mencari nafkah.

Baca juga: Kini Terpantau Aman, Biasanya Berton-ton Sampah Kiriman Sudah Sampai di Bibir Pantai Badung

Baca juga: Update Covid-19 Bali 13 November, Kasus Positif Bertambah 64, Sembuh 61, Meninggal 1

Baca juga: Kurangi Sumbangan Sampah ke TPA hingga Hasilkan Kompos Sendiri, DLH Tabanan Bentuk Teba Komposter

"Memang sampai hari ini saya belum mendengar ada informasi tersebut. Tapi jika meemang benar, saya sebagai petani arak merasa  terpasung. Kebebasaan kami mencari nafkah seperti dibatasi,"ungkap I Nyoman Redana, Jumat  (13/11/2020) siang.

Ditambahkan, pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih mapan seandainya benar ada larangan memproduksi dan menjual arak.

Mengingat hampir 90 persen warga di sekitar Tri Eka Buana berkerja sebagai petani arak. Memproduksi arak merupakan  tumpuan hidup masyarakat.

Baca juga: Hotman Paris Yakin Bisa Buktikan Dugaan Keterlibatan Ayah Winda di Maybank

Baca juga: Pemprov Bali Belum Bersikap Soal RUU Pelarangan Minuman Beralkohol

Baca juga: Tinjau Proyek Pembangunan Pasar Umum hingga Jembatan Siangan, Bupati Gianyar Sebut Sesuai Target

Jika seandainya benar dilarang memproduksi atau jual arak, kata Redana, berapa orang yang menjadi pengangguran karena banyak yang berhenti meenjadi petani arak?

Keluarga yang bertumpu dari penghasilan menjual arak juga kesulitaan untuk memenuhi kebutuhan dapur dan anaknya.

"Tidak hanya petani arak di Desa Tri Eka Buana mengeluh. Semua petani arak di seluruh Karangasem pasti mengeluhkan kebijakan ini. Seperti di Desa Tlagatawang, Kepung, Merita, dan Sidemen. Soalnya ini masalah isi perut,"kata Regen, sapaan Nyoman Redana.

Baca juga: Menyasar Bandara I Gusti Ngurah Rai, Tim Terpadu Nihil Temukan Pelanggar Prokes

Baca juga: Satpol PP Denpasar Tertibkan PKL dan Pengamen di Jalan Diponegoro, Lakukan Pendekatan Humanis

Baca juga: Satpol PP Denpasar Tertibkan PKL dan Pengamen di Jalan Diponegoro, Lakukan Pendekatan Humanis

Data dihimpun Tribun Bali, jumlah petani arak tradisional di Kabupaten Karangasem mencapai sekitar 7.600 orang dan tersebar di 4 Kecamatan. Yakni Kecamatan Manggis, Sidemen, Abang, dan Kecamatan Kubu.

Seperti di Desa Tri Eka Buana, Telagatawang, Tengganan, Sidemen, Merita, Dukuh, dan beberapa desa lainya.

Dari ribuan petani arak di Karangasem, sekitar 800 orang dari Kecamatan Manggis, Kecamatan Abang sekitar 2.500 orang.

Kecamatan Kubu sekirar 600 orang. Paling banyak yakni di Kecamatan Sidemen mencapai sekitar 3.800 petani arak. Produksi arak perharinya bisa mencapai belasan ribu liter.

Baca juga: Dirumorkan Dilepas Juventus karena Gaji Selangit, Man Utd Dikabarkan Ajukan Tawaran ke Agen Ronaldo

Baca juga: PSSI Pastikan Timnas Senior Indonesia Tak Miliki Jadwal TC dan Pertandingan

Produksi arak di Kabupaten Karangasem, pertahun capai sekitar 2.650.000 botol.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved