Kariyasa Serukan Anggota DPR Dapil Bali Harus Ikut Tolak RUU Pelarangan Minuman Beralkohol
Kariyasa juga mengajak dan menyerukan anggota DPR RI Dapil Bali lainnya, termasuk komponen pariwisata, tokoh-tokoh agama juga harus ikut menolak
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Eviera Paramita Sandi
Sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20.
Untuk klasifikasi jenis minuman keras atau miras yang dilarang di RUU tersebut terbagi dalam tiga kelas yakni golongan A, golongan B, dan golongan C.
Minuman keras golongan A adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1 sampai 5 persen.
Golongan B adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen.
Sementara golongan C adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.
Selain minuman beralkohol dari 3 jenis klasifikasi tersebut, RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut juga melarang peredaran minuman beralkohol dari miras tradisional dan miras campuran atau racikan.
Larangan minuman keras masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan.
Aturan ini tertuang dalam pasal 8.
“RUU Larangan Minuman Beralkohol sudah sangat urgen karena ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak memadai sehingga perlu dibentuk UU baru,” kata anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Senayan, Jakarta.
RUU Kontroversial
Kariyasa Adnyana mengatakan, tiga fraksi pengusul sudah membuat rancangan akademik RUU Pelarangan
Minuman Beralkohol. Pihak yang mengusulkan juga telah mempresentasikan RUU tersebut, baik dari naskah akademik, bahayanya minuman beralkohol, dan sebagainya.
"Karena sudah masuk longlist, mereka ingin RUU ini segera dibahas dan menjadi UU prioritas tahun 2021," kata Kariyasa.
Namun sebelum menjadi RUU prioritas, berbagai usulan yang disampaikan oleh berbagai pihak nantinya masih akan diharmonisasi oleh Badan Legislasi DPR RI.
Kariyasa menegaskan, pihaknya di Fraksi PDIP bersama Fraksi Partai Golkar menilai RUU ini tidak usah dilanjutkan untuk dibahas menjadi RUU prioritas. Ia menilai, RUU ini sangat kontroversial, terlebih DPR RI sebelumnya sudah menghabiskan banyak energi dalam pembahasan UU "Omnibus Law" Cipta Kerja.
