Serba Serbi
Tidak Mudah, Ini Syarat dan Tahapan Menjadi Sulinggih di Bali
Sebab seorang sulinggih telah mendapatkan kesucian lahir batin,dalam tingkatan dwijati (lahir kembali dua kali).
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Kemudian setelah mesiram, lalu berhias layaknya seorang sulinggih baik lanang dan istri.
Selesai itu, calon nabe mapuja di merajan calon sulinggih.
Puput (selesai) itu, sulinggih yang baru menghadap ke merajan dan sembahyang.
Dilanjutkan dengan metapak ibu jari kiri, dan dilanjutkan mejaya-jaya.
“Jadi pada saat pebaktian ini ada namanya amari aran, berubah dari nama welaka menjadi nama sulinggih. Semuanya berubah, pakaian berubah, nama diubah, dan banyak pantangan lainnya. Termasuk pantangan tidak keluar dan makan sembarangan.
“Setelah itu ada ngelinggihang tiga puja,” imbuh beliau.
Dengan berbagai rentetan prosesi di dalamnya.
Mengenai batasan umur yang pantas dan layak, menjadi seorang sulinggih adalah antara 40-60 tahun.
Ida pedanda mengatakan, idealnya adalah 50 tahun seperti di Gria Gede Jumpung, Banjar Lebah, Timpag, Kerambitan, Tabanan yang tidak pernah putus dan selalu ada sulinggih di sana.
“Intinya asal mumpuni, dan mampu melepas duniawi, serta memenuhi syarat tentu bisa madwijati,” tegas beliau.
Sebab seorang sulinggih akan menjadi penuntun umat, dan harus memberikan contoh yang baik dan benar.
Tidak lagi terikat oleh nafsu duniawi. Untuk itu usia 50 tahun ke atas, dirasa paling cocok dan pantas menjadi sulinggih.
“Namun jika di suatu tempat, ada banyak umat (masyarakat) dan untuk mendatangkan sulinggih jaraknya cukup jauh. Maka dibenarkan seseorang yang pantas dan berusia 40 tahun bisa diangkat menjadi sulinggih,” sebut beliau.
Hal ini pun harus disetujui parisadha setempat dan calon sulinggih itu dapat dipertanggungjawabkan ke depannya.
“Semua lapisan masyarakat bisa menjadi sulinggih, selama proses yang ditempuh baik dan benar, maka seseorang bisa madwijati,” tegas beliau kembali. (*)