Berita Buleleng

Stok Menipis, Harga Daging Babi Meroket Hingga Rp 20 Ribu Per Kilo di Buleleng Bali

"Kenaikan ini terjadi karena wabah virus yang terjadi pada awal  2020, hingga ribuan babi mati. Hal ini membuat banyak peternak yang merugi.  Hal ini

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Noviana Windri
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Pedagang daging babi di Pasar Anyar, Singaraja 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Sejak tiga bulan belakangan ini harga daging babi di Buleleng melambung naik, hingga Rp 20 ribu per kilogram.

Kenaikan ini terjadi karena stok daging menipis, pasca terserang wabah virus pada awal 2020 lalu.

Kepala Dinas Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi (Disdagprinkop) dan UKM Buleleng,

Dewa Made Sudiarta dikonfirmasi Kamis, 21 Januari 2021 mengatakan, saat ini harga daging babi kualitas 1 mencapai Rp 100 ribu kilogram, dari sebelumnya Rp 80 ribu per kilogram.

Sementara kualitas 2 Rp 90 ribu, dari sebelumnya Rp 70 ribu.

Baca juga: Harga Babi Meroket Jelang Akhir Tahun, Sentuh Harga Rp 90 ribu Per Kilogram

Baca juga: Harga Babi Tembus Rp 40 Ribu per Kilogram, Pedagang Daging Ambil Babi dari Luar Tabanan

Baca juga: Jelang Hari Raya Galungan, Harga Babi di Bangli Mencapai Rp 32 Ribu per Kilogram

Kenaikan ini terjadi sejak akhir November 2020 lalu.

"Kenaikan ini terjadi karena wabah virus yang terjadi pada awal  2020, hingga ribuan babi mati. Hal ini membuat banyak peternak yang merugi.  Hal ini lantas berdampak juga pada stok daging, tidak hanya di Buleleng melainkan juga di kabupaten lain. Ini lah yang menyebabkan harga daging babi terus mengalami kelonjakan," terangnya.

Bagaimana upaya Disdagprinkop dan UKM Buleleng untuk mengatasi kenaikan harga ini?

"Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian, agar budidaya babi bisa lebih maksimal dilakukan dikalangan peternak lokal. Namun meski harganya naik, kebutuhan daging babi saat ini juga tidak terlalu tinggi. Karena daya beli masyarakat selama pandemi ini cukup lemah. Jadi kenaikan harga daging babi ini tidak terlalu signifikan pengaruhnya," jawabnya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Made Sumiarta tidak menampik jika ketersediaan babi di tingkat peternak menipis, akibat dampak dari wabah virus yang diduga ASF.

Akibat wabah tersebut, para peternak pun belum berani untuk ternak babi dalam skala besar. 

"Penyakit babi itu kan paling banyak menyerang babi jenis lendris. Kami berusaha mengarahkan ke daging babi bali, namun dari segi jumlah daginya memang tidak sebanyak babi lendris. Pedagang juga akan merasa rugi. Sehingga mereka hanya mengandalkan babi lendris, namun karena penyakit itu, peternak berani ternak babi lendris secara besar-besaran," jelasnya.

Atas kondisi ini, Sumiarta mengaku tidak bisa memaksakan para peternak untuk meningkatkan jumlah produksinya.

Sementara terkait bantuan bibit babi, Sumiarta menyebut hingga saat ini pihaknya masih melakukan inseminiasi buatan babi bali, kerjasama dengan UPTD.

Balai Inseminasi Buatan yang ada di Kecamatan Baturiti, Tabanan. 

Baca juga: Jelang Galungan Harga Babi di Klungkung Diprediksi Naik Signifikan, Pedagang Kesulitan Pasokan

Baca juga: Sempat Lesu, Harga Babi di Bangli Kini Berangsur Normal

Baca juga: Peternak di Bangli Keluhkan Anjloknya Harga Babi Potong Dimasa Pandemi Covid-19

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved