Berita Bali
Hari Raya Pagerwesi di Bali, Persembahyangan, Sarana Upakara dan Makna dalam Lontar Sundarigama
Pagerwesi ini dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali dan dilaksanakan hari ini, Rabu 3 Februari 2021.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Kambali
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah Hari Raya Saraswati yang merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan, dilanjutkan dengan Banyu Pinaruh.
Selanjutnya pada hari Seninnya merupakan hari Soma Ribek dan keesokan harinya adalah Sabuh Mas pada Anggara Wage, Watugunung.
Setelah Sabuh Mas, keesokan harinya disebut Pagerwesi yang jatuh pada Buda (Rabu) Kliwon Wuku Sinta.
Pagerwesi ini dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali dan dilaksanakan hari ini, Rabu 3 Februari 2021.
• Persembahyangan Pagerwesi di Pura Jagatnatha Denpasar Bali Digelar Hingga Pukul 20.00 Wita
Persembahyangan di Pura Jagatnatha
Sejak Rabu, 3 Februari 2021 pagi puluhan umat Hindu datang ke Jagatnatha Kota Denpasar, Bali.
Mereka melakukan persembahyangan dalam rangka Hari Raya Pagerwesi.
Di depan pintu masuk, beberapa orang petugas dari Linmas Kelurahan Dangin Puri, Kota Denpasar melakukan penjagaan.
Mereka meminta para pemedek yang datang untuk mencuci tangan, diberikan hand sanitizer dan melakukan pengecekan suhu tubuh.
• Memagari Diri Saat Pagerwesi, Persembahkan Segehan Lima Warna untuk Panca Maha Butha
Seorang pemangku Pura Jagatnatha, Jero Mangku Made Langgeng Buwana mengatakan pelaksanaan persembahyangan saat Pagerwesi ini mengikuti Surat Edaran dari Majelis Madya Desa Adat (MMDA) Kota Denpasar.
Dalam surat edaran tersebut, dilakukan pembatasan jumlah pemedek yang melakukan persembahyangan dan tetap menerapkan protokol kesehatan.
“Persembahyangan berjalan seperti biasa, namun karena Covid, kami mengikuti imbauan dari pemerintah agar tidak terjadi kerumunan dan pakai masker,” kata Jero Mangku Langgeng.
Untuk pelaksanaan persembahyangan di Pura Jagatnatha digelar hingga pukul 20.00 Wita.
Ia mengatakan, tujuan dari pelaksanaan Pagerwesi ini adalah menghilangkan awidya atau kegelapan dalam diri.
“Saat Pagerwesi ini kita memagari diri supaya tidak melakukan hal yang tidak baik.
Dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki akan mampu menghilangkan awidya dalam diri kita,” katanya.
• Besok Pagerwesi, Ini Bantennya Dalam Agama Hindu
Sementara itu, seorang anggota Linmas Kelurahan Dangin Puri, Kota Denpasar, Putu Oka Susirna mengatakan, penjagaan ini dilakukan mulai pukul 10.00 Wita.
“Kami dibagi ke dalam dua shift, shift pagi mulai pukul 10.00 hingga pukul 14.00 Wita dan dilanjutkan shift kedua hingga pukul 20.00 Wita,” katanya.
Satu shift penjagaan terdiri atas 8 orang petugas.
Oka Susirna mengatakan, penjagaan ini juga rutin digelar setiap hari raya Hindu termasuk saat Purnama dan Tilem.
“Kami memastikan penerapan protokol kesehatan berjalan dengan baik. Makanya kami siapkan hand sanitizer sampai alat pengecekan suhu,” katanya.
• Sehari Sebelum Pagerwesi Disebut Sabuh Mas, Upacara untuk Sarwa Berana, Ini Persembahannya
Pagerwesi dalam Lontar Sundarigama

Dalam lontar Sundarigama dijelaskan tentang Hari Raya Pagerwesi sebagai berikut;
Buda Kliwon, ngaran Pagerwesi, Sang Hyang Pramesti Guru, sira mayoga, kairing dening watek dewata nawasanga, gawerdiaken uriping sarwa tumitah, tumuwuh maring bhuana kabeh, irika wenang sang sedaka mengarga puja parikrama, pasang lingga, ngarcana padue Ida Betara Parameswara.
Artinya:
Pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku Sinta, diaebut dengan Pagerwesi, saat hari raya ini yang dipuja yaitu Sang Hyang Pramesti Guru atau Siwa dan diiringi oleh Dewata Nawasanga.
Tujuannya yaitu untuk menyelamatkan segala makhluk yang lahir dan tumbuh di alam ini.
Oleh karena itu patutlah para sulinggih melakukan pemujaan untuk semua cipataan Bhatara Prameswara.
• Memagari Diri Saat Hari Raya Pagerwesi, Ini Upakara yang Dipersembahkan
Dalam website PHDI, phdi.or.id juga disebutkan Pagerwesi ini memiliki artinya pagar dari besi yang melambangkan suatu perlindungan yang kuat.
Hari Raya Pagerwesi ini sering pula diartikan sebagai hari untuk memagari diri atau magehang awak.
Dengan ilmu pengetahuan itulah manusia magehang awak atau memagari diri agar selalu berjalan pada ajaran kebenaran atau dharma.
Lebih lanjut dalam Lontar Sundarigama juga disebutkan upakara saat Pagerwesi ini.
Widi-widinania daksina, suci asoroh, peras ajuman panyeneng, sesayut panca lingga, canang wangi, saha rake runtutania, aturakna ring sanggar kamulan.
Kunang ring samania wang sesayut pageh urip, abesik prayascita, ring tengah wangi pasangane yoga semadhi.
Muah pecaru ring sang panca maha buta, sega warna anut ance desa ring natar sanggah, muah segeh agung abesik, kunang ring wara.
Sehingga berdasarkan lontar tersebut, sarana upakaranya yaitu sesayut pageh urip satu buah, serta prayascita. Saat tengah malam, dilakukan yoga samadhi atau renungan suci.
Selain itu, juga ada persembahan untuk unsur panca maha butha berupa segehan lima warna, sesuai dengan kelima arah mata angin yang dihaturkan di natar sanggah, dan disertai dengan segehan agung satu buah. (*)