Human Interest Story
Kisah Tumpek Landep Dirangkai dengan Mamitang, Pembuatannya Berawal dari Mimpi Memegang Keris Hitam
AA Ngurah Mahendra Putra dari Kerobokan Badung menuturkan, ia membuat keris digunakan untuk ngayah.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bertepatan dengan hari raya Tumpek Landep, di Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya di Gang Pacar Nomor II, Jalan Ratna Denpasar, Bali, digelar prosesi mamitang keris.
Prosesi ini dilakukan sebelum keris tersebut diambil oleh pemesan dari sang pembuat atau Mpu Keris.
Salah seorang pembuat keris, AA Ngurah Mahendra Putra dari Kerobokan Badung menuturkan, ia membuat keris digunakan untuk ngayah.
Dikatakan olehnya, keinginan membuat keris ini berawal dari sebuah mimpi.
Baca juga: Perayaan Tumpek Landep di Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya Denpasar, Prosesi Mamitang Keris
Baca juga: Tumpek Landep Dalam Menajamkan Pikiran Serta Menjaga Ilmu Pengetahuan
Baca juga: Lahir Selasa Umanis Landep, Nikmati Hidup Mewah Saat Umur Ini
Ngurah mengatakan, dirinya merupakan seorang pengayah patih di Pura Desa dan Pura Dalem di Kerobokan dan sudah memiliki satu keris luk tujuh.
Setelah menjadi patih selama 15 tahun, dirinya berminpi diberikan memegang sebuah keris berwarna hitam.
“Saat saya buka, ternyata keris itu lurus,” kata Ngurah Sabtu 13 Februari 2021.
Setelah bermimpi, dirinya pun bertanya kepada pangelingsir setempat, termasuk kepada pepatih yang lebih senior.
Dari para pangelingsir tersebut ingatlah dia bahwa di Merajannya nyungsung Ratu Lingsir Betara Kembar.
“Dikatakan juga di Kerobokan ada patih kembar dengan membawa dua keris yakni keris luk dan lurus,” katanya.
Dirinya pun akhirnya ngaturang piuning untuk meminta tuntunan, dan setelah itu atas petunjuk seorang teman, ia membuat keris di tempat ini.
Dan ketika ditelusuri ternyata pembuat keris yang sudah ia miliki yakni keris luk tujuh adalah kakek dari Mpu Keris tempatnya membuat saat ini.
“Saya tidak tahu kenapa, ternyata nyambung, dan saya buat keris ini untuk saya pakai ngayah di Kerobokan,” kata lelaki yang menjadi Kasubag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar ini.
Pembuatan keris ini pun memakan waktu yang cukup lama, yakni satu tahun.
“Saya juga ikuti semua proses pembuatannya, dari proses ngedig (melempengkan bahan) sampai jadi, saya sering ke sini,” katanya.
Dan bertepatan dengan Tumpek Landep ini, keris tersebut diambil oleh Ngurah.
Ngurah mengatakan, keris yang dibuatnya tersebut adalah keris pedang.
Dimana satu sisinya tajam, dan sisi lainnya tumpul.
Sementara itu, Sang Mpu Keris, Pande Putu Yuga Wardiana mengatakan, dalam pembuatan keris khusus, dia jarang ditarget.
Bahkan yang paling lama, pembuatan satu keris memakan waktu 1,5 tahun.
Setiap keris yang dibuat olehnya juga dilengkapi dengan lontar sebagai sebuah sertifikat.
“Dalam lontar ini berisi tentang petunjuk atau asal-usul keris yang dibuat. Mulai dari kapan dibuat, bahannya dari apa, untuk apa. Sehingga ke depan generasi penerusnya tidak bingung. Jangan sampai, keris yang disungsung (disakralkan) malah digunakan sebagai aksesoris,” katanya.
Pande Putu Yuga Wardiana mengatakan pada pelaksanaan Tumpek Landep kali ini, dirinya mamitang sebanyak 9 keris.
Sebelum proses mamitang keris ini dilakukan, terlebih dahulu digelar upacara piodalan di prapen atau tempat pembuatan keris.
Setelah odalan tersebut selesai barulah dilaksanakan prosesi mamitang keris. Masyarakat yang memesan keris datang ke rumahnya untuk mengambil keris tersebut.
“Prosesi mamitang keris itu dimulai menghaturkan segehan, lalu dilanjutkan dengan ritual khusus mulai dari pembersihan hingga pasupati,” katanya.
Ia mengatakan, saat akan membuat keris diawali dengan mapiuning (mohon izin) ke hadapan Bhatara Brahma Gati.
Selanjutnya dalam pembuatan keris pasti ada campur tangan si pembuat sehingga dianggap belum bersih.
Oleh karena itu, sebelum diambil dilakukanlah prosesi pembersihan dengan nama mamitang keris ini.
“Dan saat Tumpek Landep inilah dilakukan pembersihan, dihaturkan banten pasupati juga agar bagus sekala niskala, dan terakhir juga ngaturang suksma (ucapan terima kasih) karena keris ini bisa selesai,” katanya.
Untuk bahan keris sendiri tergantung dari tujuan dibuatnya keris tersebut.
Jika untuk agem-ageman cukup dengan unsur tri datu yakni besi, nikel dan baja.
Apabila untuk melinggih menggunakan panca datu maupun sapta datu.
Panca datu ini terdiri atas besi, baja, nikel, emas dan perak, sedangkan satpa datu terdiri atas panca datu ditambah timah dan mirah.
“Setiap ada yang akan membuat keris, saya tanya kegunaannya untuk apa. Sehingga bisa ditentukan bahan yang digunakan,” katanya.
Dalam masa pandemi Covid-19 ini, memang produksi keris mengalami sedikit penurunan.
Walaupun demikian, pemesanan keris ini tidak tergantung ekonomi, melainkan tugas atau pawisik yang diterima orang yang mau memesan.
“Tapi memang harus membuat pusaka ini ada yang untuk tujuan ngayah, sehingga ngayah ini lebih utama daripada kondisi Covid-19 nya,” katanya.
(I Putu Supartika)