Berita Bali
Penjualan Peti Mati di Bali Saat Pandemi Naik, Tapi Omzet Menurun, Widjaja: Melayani Warga Kesusahan
Penurunan penghasilan ini dikarenakan saat pandemi kebanyakan yang terjual adalah peti Covid-19.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Wema Satya Dinata
Selain itu, dirinya juga menjual peti dengan harga Rp 100 juta.
“Kalau yang 100 juta ini kayunya jati dengan ukiran yang rumit dan halus. Semua dihias,” tutur lelaki asli Betawi ini.
Ia menuturkan, salah satu pemesan peti seharga Rp 100 juta ini yakni dari keluarga Kartika Sari Dewi Soekarno.
Dimana keluarga Kartika memesan peti di tempat ini untuk menantunya, Frits Frederik Seegers.
Rata-rata dalam sehari saat pandemi, pihaknya mampu menjual sebanyak 2 peti dan dalam sebulan 30 peti.
Namun sebelum pandemi penjualan dalam sebulan lebih sedikit.
Untuk peti yang dijual dirinya mendatangkan dari Jawa dengan sistem bongkar pasang.
Setelah sampai di Bali, peti ini kembali dirakit oleh pekerjanya untuk meminimalkan biaya kirim.
Dalam sebulan dirinya menyediakan sebanyak 200 peti dalam berbagai ukuran.
Untuk peti standar atau untuk Covid-19 sebanyak 80 peti dan sisanya adalah peti kelas ekonomi ke atas.
Baca juga: Saat Membuat Peti Mati, Rumah Josua Kejatuhan Batu yang Diduga Meteor Kemudian Ditawar Rp 1 Miliar
Menurut pengakuannya, usahanya ini dimulai tahun 2017 lalu dan tahun 2019 bekerjasama dengan RSU Dharma Yadnya Denpasar.
“Kami seperti kontraktornya di sini, kami siapkan peti dan segala halnya terkait pelayanan di rumah duka, karena kan bukan jual peti saja,” katanya.
Selain penjualan peti, perusahaan miliknya juga melayani mobil jenazah, freezer, kamar jenazah.
“Sebulan kami melayani 50 jenazah, paling yang peti yang terjual 20 buah. Kan tidak semua menggunakan peti,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menyediakan 3 peti untuk sumbangan dan memiliki donaturnya sendiri.
“Intinya setiap sebulan sediakan 3 peti sumbangan dan ada donaturnya,” katanya. (*)