Myanmar

Obama Sedih Melihat Kekerasan di Myanmar yang Kian Memilukan

Barack Obama yang turut mempromosikan perubahan demokrasi Myanmar saat menjabat presiden, menyampaikan kegundahannya itu Senin 26 April 2021.

Editor: DionDBPutra
Rizal Bomantama/Tribunnews.com
Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama memberi salam kepada peserta Kongres Diaspora Indonesia keempat di Kota Kasablanka Main Hall, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu 1 Juli 2017. 

Kritik Kesepakatan ASEAN

Sementara itu, kelompok hak asasi manusia dan orang-orang di Myanmar telah mengkritik kesepakatan antara Min Aung Hlaing, jenderal yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer dengan para pemimpin Asia Tenggara untuk mengakhiri krisis Myanmar.

Kesepakatan itu disebut gagal memulihkan demokrasi, dan meminta pertanggungjawaban tentara atas pembunuhan ratusan warga sipil.

Tidak ada protes langsung di kota-kota besar Myanmar sehari setelah kepala angkatan bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing terbang ke Jakarta untuk bertemu dengan para pemimpin ASEAN, dan menyetujui rencana lima poin.

Menyerukan diakhirinya segera kekerasan dan kekerasan agar "semua pihak" menahan diri.

"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang telah dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer. Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun pada Minggu 25 April 2021.

Menurut pernyataan dari Brunei, ketua ASEAN saat ini, konsensus dicapai dengan lima poin, untuk mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, penerimaan bantuan, utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi diskusi dan kunjungan berikutnya ke Myanmar.

Pernyataan itu tidak memiliki batas waktu, dan tidak menyebutkan tahanan politik, meskipun pernyataan ketua mengatakan KTT ASEAN itu "mendengar seruan" untuk pembebasan mereka.

“ASEAN tidak dapat menutup-nutupi fakta bahwa tidak ada kesepakatan bagi junta untuk membebaskan para tahanan politik yang saat ini ditahan. Termasuk tokoh politik senior yang mungkin akan terlibat dalam penyelesaian yang dinegosiasikan untuk krisis tersebut,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan melanjir Al Jazeera pada Minggu 25 April 2021.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok advokasi yang melacak penangkapan dan kematian, mengatakan 748 orang telah terbunuh sejak pemerintahan Aung San Suu Kyi digulingkan. Catatannya menunjukkan 3.389 orang ditahan.

"Pernyataan tidak mencerminkan keinginan orang mana pun," tulis Nang Thit Lwin dalam komentarnya pada berita di media domestik Myanmar tentang kesepakatan ASEAN.

"(Yaitu) Untuk membebaskan narapidana dan tahanan, untuk bertanggung jawab atas nyawa yang meninggal, untuk menghormati hasil pemilihan dan memulihkan pemerintahan sipil yang demokratis," protesnya.

Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, menulis: "Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa yang tidak bersalah?"

Mempertahankan tekanan

Militer telah mempertahankan kudeta dengan menuduh bahwa kemenangan telak NLD dalam pemilihan November 2020 adalah penipuan, meskipun komisi pemilihan menolak keberatan tersebut.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved