Berita Buleleng

Cegah Pembalakan Liar, Masyarakat Minta Pengelolaan Danau Tamblingan dan Alas Mertajati Buleleng

Catur Desa Adat Dalem Tamblingan kembali mendengungkan keinginannya untuk dapat mengalihkan kembali pengelolaan Alas (hutan) Mertajati

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Ketua Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, Jro Putu Ardana - Cegah Pembalakan Liar, Masyarakat Minta Pengelolaan Danau Tamblingan dan Alas Mertajati Buleleng 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Catur Desa Adat Dalem Tamblingan kembali mendengungkan keinginannya untuk dapat mengalihkan kembali pengelolaan Alas (hutan) Mertajati dan Danau Tamblingan, dari negara menjadi desa adat.

Keinginan itu disampaikan dalam diskusi Wana Talk yang diselenggarakan oleh pihak desa adat, bersama Pemkab Buleleng di Danau Tamblingan, Buleleng, Bali, Sabtu 26 Juni 2021.

Dari pantauan di lokasi, diskusi dihadiri oleh Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda Buleleng Ni Made Rousmini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Buleleng Gede Melanderat, Kasi Penyuluhan Kehutanan dan Pemberdayaan Masyarakat Dishut Bali Hesti Sagiri, serta pejabat lainnya.

Ketua Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, Jro Putu Ardana mengatakan, pihaknya ingin agar Alas Mertajati dan Danau Tamblingan dikelola oleh Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang terdiri dari Desa Munduk, Desa Gobleg, Desa Gesing dan Desa Ume Jero.

Baca juga: 7 Lokasi Camping di Bali: Dari Danau Tamblingan hingga Bukit Pinggan Kintamani

Keinginan ini berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi hutan negara.

Selain itu, kata Ardana, Alas Mertajati dengan luas mencapai 1.332 hektar dan Danau Tamblingan merupakan sumber kehidupan masyarakat, dan dianggap sebagai daerah suci.

Sementara, saat ini kondisi hutan sudah mulai terdegradasi, akibat pembalakan liar.

Hal ini, kata Ardana, terjadi sejak puluhan tahun, hingga salah satunya menyebabkan tanaman anggrek endemik Tricolor Tamblingan kini tidak lagi ditemukan di Alas Mertajati.

"Kami hanya ingin menjaga nilai-nilai leluhur kami. Kami masyarakat yang memuliakan air, dan kami anggap sebagai sumber hidup kami. Tidak ada motif ekonomi. Ini semata-mata untuk disucikan. Pembalakan liar juga sudah mulai terjadi. Kami tidak bisa mencegah karena tidak memiliki legal standing," ucapnya.

Apakah pembalakan liar ini kerap terjadi karena kurangnya pengawasan dari negara?

"Saya tidak mengatakan pengawasan kurang ya, tapi yang terjadi seperti itu. Kami memaklumi mungkin karena kekurangan personel," jawabnya.

Ardana pun menyebut upaya pihaknya untuk mengambil alih pengelolaan Alas Mertajati dan Danau Tamblingan ini sudah dilakukan sejak tahun 2019 lalu.

Pihaknya mencoba bertemu dan membahas keinginan ini kepada Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana.

Saat itu, secara lisan Bupati, kata Ardana, mengaku sangat setuju dan mendukung keinginan tersebut.

Pihaknya pun diarahkan untuk bertemu dengan tim hukum Pemkab Buleleng, yang dipimpin oleh I Putu Karuna yang saat itu masih menjabat sebagai Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Sekretariat Daerah.

Saat bertemu dengan tim hukum itu, keinginan Catur Desa Adat Tamblingan rupanya tidak dapat dipenuhi, karena terbentur Perda Desa Adat No 4 Tahun 2019, yang menyatakan tidak ada lagi masyarakat hukum adat, melainkan desa adat.

Atas alasan tersebut, imbuh Ardana, pihaknya pun mencoba mencari jalan keluar sendiri, dengan membuat skema kerjasama empat desa adat, yakni Desa Munduk, Desa Gobleg, Desa Gesing dan Desa Ume Jero untuk bersama-sama memohon Danau Tamblingan dan Alas Mertajati sebagai hutan adat.

Namun lagi-lagi upaya itu gagal.

"Kalau skema kerjasama ini, bupati sebenarnya cukup menandatangani peta yang sudah kami buat. Tidak perlu buat SK. Tapi saat kami ajukan, melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Sekretariat Daerah kami diberi alasan normatif. Katanya bupati tidak boleh menandatangani peta seperti itu, dan katanya peta tidak boleh dibuat sembarangan. Padahal peta kami buat serius, kaidah-kaidah pemetaan modern itu kami lakukan," terangnya.

Mengingat upaya tersebut gagal, pada Februari lalu pihak Catur Desa Adat Tamblingan mencoba mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Dari pertemuan itu, pihak Kementerian, diklaim Ardana, sejatinya sangat mensupport jika danau dan hutan tersebut dikelola oleh masyarakat desa adat.

Baca juga: Bupati Badung Hadiri Puncak Karya Ngenteg Linggih di Pura Puseh Desa Adat Pelaga, Beri Imbauan Ini

"Sebetulnya Kementerian tinggal menunggu kelengkapan administrasi saja," ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda Buleleng, Ni Made Rousmini mengatakan, dirinya akan segera menyampaikan keinginan dan kendala yang selama ini dialami oleh masyarakat adat Dalem Tamblingan kepada Bupati Buleleng.

"Pada prinsipnya Bupati sangat mengapresiasi masyarakat Adat Dalem Tamblingan, sebab hal ini menjadi bukti kepedulian masyarakat terhadap kelestarian alam. Kendala-kendala yang selama ini dialami oleh masyarakat untuk dapat mengambil alih pengelolaan hutan dan danau ini akan saya sampaikan kepada Bupati," singkatnya.

Sementara, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, mengaku sangat mendukung rencana masyarakat ini, karena memiliki tujuan yang baik dan positif, untuk menjaga kelestarian alam.

Ia pun berharap Pemkab Buleleng dapat mendukung dan mencarikan jalan keluar, agar keinginan masyarakat Catur Desa Adat Dalem Tamblingan bisa terealisasi.

"Selama ini kita selalu berbicara tentang konservasi. Saat masyarakat sudah ingin melakukannya secara swadaya, mestinya didukung. Wilayah Tamblingan sudah menjadi komitmen kami di DPRD dan Bupati untuk menjaga dan menyelamatkan kawasannya, bebas dari investasi apapun. Cukup Danau Buyan saja yang dieksplore untuk kawasan pariwisata," terangnya.

Politisi asal Kecamatan Tejakula ini pun menyarankan kepada masyarakat Catur Desa Adat Dalem Tamblingan untuk datang ke kantor DPRD Buleleng, menyampaikan kembali persoalan-persoalan yang selama ini dialami kepada anggota di Komisi I dan Komisi II DPRD Buleleng.

Dengan demikian, pihaknya dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Baiknya masyarakat sampaikan persoalan ini ke DPRD, biar kami lebih tahu persoalannya seperti apa, sehingga bisa dicarikan jalan keluarnya," tutupnya. (*).

Baca juga: Kepala BNN RI Berdayakan Desa Adat di Bali untuk War On Drugs, Jangan Sampai Pandemi Narkotika

Kumpulan Artikel Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved