Serba Serbi
Kisah Raja Jayapangus dengan Istrinya dari China di Bali
Dari catatan yang tertulis dalam prasasti. Dapat diketahui bahwa Sri Jayasakti berkuasa di Bali sejak tahun 1133 hingga 1150 Masehi
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Jero Mangku Ketut Maliarsa, sedikit menceritakan kepada Tribun Bali, ihwal kisah Raja Jayapangus atau yang dikenal dengan nama Sri Prabu Jayapangus.
Sebelum beliau naik tahta menjadi raja, kala itu Bali dipimpin oleh Sri Jayasakti dan Sri Jayakasunu.
Dari catatan yang tertulis dalam prasasti. Dapat diketahui bahwa Sri Jayasakti berkuasa di Bali sejak tahun 1133 hingga 1150 Masehi.
"Prasasti-prasasti beliau tersimpan di Desa Manikliyu (Kintamani) dan di Desa Perasi, Karangasem," sebut pemangku asli Bon Dalem ini, Kamis 7 Oktober 2021.
Baca juga: Kepik Mas Bali Gelar Pameran Ikan Mas Koki di Denpasar, Hadiah Kang Cing Wie Kepada Raja Jaya Pangus
Pada masa akhir jabatannya, sang raja digantikan oleh puteranya bernama Sri Jayakasunu.
Kemudian Raja Jayakasunu yang pertama kali menciptakan adanya hari raya yang dikenal dengan nama Galungan dan Kuningan.
Kedua hari raya ini, menjadi hari suci umat Hindu di Bali hingga saat ini. Pemerintahan beliau berakhir pada tahun 1177 Masehi.
Pemerintahan kemudian digantikan putra dari Jayakasunu, yang bernama Sri Prabu Jaya Pangus.
Kala itu beliau menjadi putra mahkota. Kemudian setelah menduduki tahta, bernama Paduka Sri Maharaja Haji Sayap Angus Arkaja Cihna.
"Beliau naik tahta pada tahun 1177 Masehi sampai 1199 Masehi," sebut pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini.
Banyak peninggalan prasasti yang hingga saat ini tersimpan di desa-desa yang ada di Bali. Khususnya pada saat beliau berkuasa di Bali.
Prasasti tersebut ada yang dikeluarkan pada tahun 1181 Masehi.
Kebanyakan prasasti tersebut menyangkut soal adat istiadat desa atau pakraman.
Selain itu pula, ada prasasti berisi persoalan sengketa perbatasan.
Baca juga: Dewa Surya Beryoga, Berikut Makna Tilem dalam Kepercayaan Hindu
"Menurut sebuah kitab kuno, yang bernama Purana Tattwa, bahwa Baginda Raja Sri Prabu Jayapangus mengundang tujuh guru Agama dari Jawa ke Bali yang disebut dengan Sapta Pandita," sebutnya.
Kehadiran guru agama ini, diperkirakan pada tahun 1111 Caka atau 1189 Masehi.
Ketujuh guru agama itu, memiliki sebutan empu atau mpu. Diantaranya, Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu Wira Adnyana, Mpu Witha Dharma, Mpu Ragarunting, Mpu Prateka, dan Mpu Dangka.
Ketujuh empu ini diundang, dalam rangka menyelenggarakan perayaan upacara yadnya besar di Pura Besakih. Yang hingga saat ini dikenal dengan sebutan 'Eka Dada Rudra'.
"Kala itu upacara ini berlangsung untuk kesebelas kalinya, dan diselenggarakan setiap 100 tahun sekali," ucapnya.
"Dijelaskan pula bahwa Raja Sri Jayapangus beristana di Pejeng," imbuh Jero Mangku Ketut Maliarsa.
Hal itu terbukti dengan adanya sebuah pura yang besar, di daerah tersebut. Yang bernama Pura Pusering Jagat atau pusat kerajaan.
"Pura inilah lambang kebesaran atau kekuasaan Baginda Raja Sri Prabu Jayapangus," jelasnya.
Beliau memiliki dua orang istri yang bernama Paduka Bhatari Sri Parameswari Indijaketana dan Paduka Sri Mahadewi Cangkaja Cihna (China).
Baginda raja dalam memimpin persidangan, selalu diapit oleh kedua permaisuri beliau. Sehingga baginda raja tampak sangat berwibawa dan kharismatik.
Baca juga: Mengenal Kulkul, Media Komunikasi yang Disucikan dalam Masyarakat Hindu Bali
Sebab beliau dianggap sebagai simbol keharmonisan etnik dan asimilasi budaya. Khususnya pada hubungan Bali dan China.
Ada beberapa kitab yang digunakan Raja Jayapangus untuk memimpin Bali kala itu.
Diantaranya Kitab Hukum Keandawa Kamandaka, Marawakamandaka Dharma Sastra, serta Manawa Sasanadharma.
Baginda Raja Sri Jayapangus juga menerapkan Dasasila atau 10 jenis tingkah laku yang baik. Yang harus dilaksanakan dalam mengemban tugas-tugas kerajaan.
Lalu ada Panca Siksa, yaitu lima ketrampilan untuk melengkapi diri dalam melaksanakan tugas.
Pemerintahan beliau yang arif bijaksana, sehingga menimbulkan kemajuan dan perkembangan rakyat Bali yang luar biasa.
Pemeliharaan pura-pura sebagai pemujaan rakyat Bali juga sangat diperhatikan. Serta ditata dengan maksimal sehingga pura di Bali dapat terpelihara dengan baik.
Termasuk pendirian pura yang sangat terkenal di Bangli, bernama Dalem Balingkang.
Pura itu sangat berkaitan dengan beliau sebagai raja yang memiliki permiasuri putri dari China bernama Kang Cing Wi.
Dalam pengaruh budaya China di Bali, dapat dilihat dari kisah Sampik-Ing-Tay.
Ilmu silat dari China yang sangat berkembang pesat di Bali dalam pencak dan tarian massal seperti tari baris dapdap, baris demung, baris perisai, baris tombak, baris tamiang, dan lain sebagainya. Serta berkembang pula barong landung.
"Baginda Raja Sri Jayapangus juga diakui sebagai penjelmaan atau titisan Dewa Matahari atau Surya Arkaja," sebutnya. Yang memberi dinamika kehidupan dan kesejahteraan bagi masyarakat Bali. (*)
Artikel lainnya di Serba Serbi