Berita Bali

Fenomena Pengamen Maudeng Kian Marak; Antara Kebutuhan Hidup, Peluang Bisnis, hingga Aturan Perda

Fenomena Pengamen Maudeng kini makin marak menghiasi traffic light di berbagai sudut Kota Denpasar, akibat terdampak pandemi Covid-19

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Komang Agus Ruspawan
Satpol PP Kota Denpasar
Nengah Bayung (21) bersama rekannya Nengah Hendra saat diamankan Satpol PP Kota Denpasar di perempatan Tohpati, Denpasar, Sabtu 25 September 2021 kemarin. 

Sayoga mengaku pihaknya sudah berupaya menyalurkan beberapa pengamen maupun gepeng untuk bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga maupun tukang kebun. Namun, mereka tidak betah dan memilih kembali ke jalan.

"Kami sempat salurkan jadi ART, tapi malah minggat. Mereka malah lari dan kembali ke jalan," katanya.

Baca juga: Beroperasi di Denpasar Utara, 5 Pengamen dan Pengasong Ditertibkan, Dua Orang Kabur

Banyak Anak Dibawah Umur

Tidak hanya orang dewasa yang melakoni pekerjaan Pengaman Maudeng, namun juga anak-anak di bawah umur.

Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) pun menyoroti Satpol PP yang menertibkan Pengamen Maudeng anak-anak di sekitaran traffic light.

Pengamen maudeng yang ditertibkan Satpol PP Denpasar
Pengamen maudeng yang ditertibkan Satpol PP Denpasar (Putu Supartika)

Komisioner Bidang Pendidikan KPPAD Provinsi Bali, I Made Ariasa mengatakan perlu ada pendalaman latar belakang atau faktor yang membuat anak-anak tersebut mau menjalani kehidupan seperti itu. Meskipun factor umumnya sudah pasti terkait dengan kebutuhan ekonomi.

Ditemui Tribun-Bali.com pada Jumat, 1 Oktober kemarin, Arisa bahkan telah melakukan wawancara langsung dengan Pengamen Maudeng anak-anak.

"Saya sudah pernah beberapa kali melakukan pengamatan dan survei langsung dengan wawancara dan bertemu langsung di lokasi tempat tinggal mereka bersama keluarganya masing-masing. Mereka tinggal di tempat kos yang cukup memprihatinkan tetapi mereka rata-rata memiliki kendaraan minimal sepeda motor dan fasilitas komunikasi," kata dia,

Menurut Arisa, anak-anak yang melakukan kegiatan mengamen dengan pakaian adat tersebut merupakan kehendak mereka sendiri bukan dieksploitasi oleh orang-orang tertentu. Bahkan, orangtua mereka turut memfasilitasinya.

"Para orangtua beranggapan bahwa 'daripada anak saya mencuri lebih baik saya biarkan mereka kerja berjualan dan membantu orangtua'. Ada sebagian dari anak-anak tersebut melakukan kegiatan tersebut di luar jam pendidikan, tetapi sebagian besar mereka yang tidak sekolah dengan usia yang masih kecil umumnya mengikuti atau diajak oleh para orangtua khususnya ibunya," jelas dia.

Sedangkan, Kasatpol PP Kota Denpasar tengah menyelidiki maraknya Pengamen Maudeng di Kota Denpasar.

Baca juga: Pandangan Sosiolog Tentang Fenomena Pengamen Berbusana Adat Bali: Contoh Malioboro Jogja

Apakah mereka benar-benar terdampak pandemi, atau hanya dijadikan peluang bisnis agar lebih mudah dalam memperoleh penghasilan tanpa perlu bekerja keras.

“Ini antara ekonomi dan gaya hidup. Kami juga melakukan langkah antisipasi dengan menempatkan beberapa personel di tempat yang sering digunakan untuk lokasi mengamen, dengan harapan akan mengurungkan niatnya,” ujar Sayoga saat ditemui Tribun-Bali.com pada Rabu, 17 November 2021.

Perlu Peran Daerah Asal

Sebuah kalimat cabutlah rumput hingga ke akarnya seperti cocok untuk menggambarkan fenomena Pengamen Maudeng saat ini.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved