Berita Denpasar
Pengamen Maudeng Didenda Rp 250 Ribu, Satpol PP Denpasar Sebut untuk Beri Efek Jera
Satpol PP Kota Denpasar menggelar sidang Tindak Pidana Ringan di Pengadilan Negeri Kelas IA Denpasar
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Sementara itu, terkait dengan sidang tipiring pertama untuk pengamen maudeng ini dilakukan lantaran yang bersangkutan sebelumnya sudah diamankan.
Selain diamankan, juga telah diberikan pembinaan terkait keberadaan Perda Ketertiban Umum di Denpasar.
“Karena sebelumnya sudah kami bina dan melanggar lagi, kami langsung tindak dengan Tipiring. Selama ini memang kami maklumi, namun sekarang semakin menjadi-jadi, sehingga harus ditindak lebih tegas lagi,” katanya.
Baca juga: 4 Pasar di Denpasar Jadi Sasaran Sidak Masker, 2 Pengamen dan Gepeng juga Diamankan
Tangkap Pemberi Uang
KEBERADAAN pengamen maudeng di Denpasar kini kian menjamur.
Bahkan nyaris di setiap persimpangan dengan volume kendaraan ramai, pengamen ini selalu ada.
Terkait dengan kondisi tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, I Wayan Mariyana Wandhira meminta agar Pemkot Denpasar melakukan pendekatan kepada pengamen tersebut.
Karena pengamen di pinggir jalan ini cukup mengganggu ketertiban.
"Pemerintah dari Dinas terkait, misalnya Satpol PP tidak melakukan penangkapan, tapi membina. Agar jangan sampai mengganggu ketertiban umum," kata Wandhira saat dihubungi, Rabu 17 November 2021 petang.
Wandhira menganggap, dengan banyaknya pengamen maudeng ini, pemerintah terkesan membiarkan.
Sehingga dirinya meminta agar instansi terkait sesegera mungkin melakukan pendekatan.
"Nantinya, setelah melakukan pembinaan dan memperoleh alasan mengapa mereka mengamen, baru lakukan koordinasi antarpemerintah untuk mencari solusi lebih lanjut," katanya.
"Apa harus pembinaan di daerah asal atau di kita pembinaannya. Itu dilakukan setelah komunikasi dengan pelaku pengamen itu," katanya.
Anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yakni, Agus Wirajaya mengatakan, sesuai Perda No 1 tahun 2015, pasal 1 ayat 23 sudah jelas disebutkan bahwa pengemis adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka (di tempat) umum, dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.
Dan Pasal 40 di perda yang sama menyatakan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan gelandangan, meminta-minta, mengemis mengamen atau usaha lain yang sejenis.