Berita Denpasar
Ketua Serikat Pekerja Bali Tanggapi UMP 2022 yang Hanya Naik 1,09 Persen
Wayan Madra mengatakan serikat pekerja tidak menerima penetapan UMP sebelumnya santer dikabarkan akan naik sebesar 1,09 persen.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Harun Ar Rasyid
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), I Wayan Madra mengatakan serikat pekerja tidak menerima penetapan UMP sebelumnya santer dikabarkan akan naik sebesar 1,09 persen.
Bahkan tidak menutup kemungkinan barangkali serikat pekerja di seluruh Indonesia merasa demikian.
"Namun apa boleh buat karena memang sudah aturan (PP Nomor 36 Tahun 2021), itulah angka yang kita dapatkan."
"Saya kontak teman-teman, bahkan ada yang tidak mau menandatangani persetujuan UMP," jelasnya pada, Kamis 18 November 2021.
Namun, seluruh serikat pekerja di Bali bersedia untuk menandatangi surat keputusan (SK) penetapan UMP 2022.
Sebab, kebanyakan pekerja paham bahwa pertumbuhan ekomoni di Bali minus karena pandemi Covid-19.
Selain itu, industri di Bali mayoritas dari sektor pariwisata.
Baca juga: Pemkot Denpasar Gelar Lomba Bapang Barong Ket dan Mekendang Tunggal, Wujud Pelestarian Seni Budaya
Sedangkan di wilayah lain (di luar Bali), ia mencontohkan di Bangka Belitung, bukanlah pariwisata, melainkan seperti pabrik, pertambangan, dan lain sebagainya, sehingga masih ada pertumbuhan ekonomi.
Di Bali sendiri, untuk UMP tahun 2021 senilai Rp 2.494.000. Sementara untuk informasi UMP tahun 2022, Madra tak bisa menyebutkan besaran UMP yang ditandatangani.
"Saya kebetulan tidak hadir, tapi saya dapat informasinya. Saya kira berubah sekitar Rp 20 ribu, itu informasi dari rekan saya,” sambungnya.
Namun, besaran yang diumumkan Kementerian Ketenagakerjaan tersebut tidak mutlak, melainkan rata-rata di setiap provinsi.
Yang mana, bisa jadi di setiap provinsi ada yang lebih besar atau sebaliknya, tergantung pertimbangan setiap Gubernur setempat.
UMP ini nantinya ditetapkan Gubernur paling lambat pada 20 November, dan untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) paling lambat pada 30 November.
“Iya tergantung pertimbangan Gubernur, Gubernur sebenarnya bisa saja membuat kebijakan untuk pengupahan. Di daerah lain juga begitu, kadang-kadang dewan pengupahan menentukan A, Gubernur bisa menentukan A+ sekian. Untuk kapan diumumkan, saya belum tahu apakah itu sudah diajukan atau bagaimana. Yang pasti, yang mengajukan ada di Dinas Ketenagakerjaan, karena dewan pengupahan ada di sana,” sebutnya.
Baca juga: Wayan Jeladi Pensiun Polisi yang Jadi Driver Gojek di Gianyar Bali, Hasil Ngojek untuk Beli Sembako
Disinggung soal apakah nantinya tidak akan ada demo dari para pekerja, Madra mengatakan tidak, sebab kondisi Bali berbeda dengan wilayah lain.
Yang mana, seperti Tangerang atau Jakarta, mayoritas industri atau pabrik dengan jumlah karyawan yang bisa mencapai puluhan ribu.
Sementara di Bali dominasi pariwisata, paling banyak hanya 200 karyawan.
Apalagi di zaman Covid-19 ini banyak yang dirumahkan, di-PHK, hingga banyak yang pensiun muda.
Kendati menyetujui, pihaknya menyampaikan, ada catatan-catatan utama yang diajukan pihak serikat pekerja di Bali.
Baca juga: Toprak Lakukan Hal Unik Jelang WSBK Indonesia di Sirkuit Mandalika, Bantu Emak-emak Potong Rumput
Diantaranya yakni tidak akan adanya PHK lagi dan pekerja yang dirumahkan bisa dikembalikan.
"Sebenarnya tidak menerima, tapi karena kita tahu kondisi Bali seperti ini, kita mau menandatangani kesepakatan itu (dengan catatan). Iya sudah (dilaksanakan penandatanganan), per Jumat (12 November 2021) lalu, itu saat rapat pengupahannya kan langsung penandatanganan kesepakatannya di sana,” terangnya.
Pun begitu, pihaknya mewakili serikat pekerja masih mengharapkan ada kebijakan dari Gubernur Provinsi Bali.
“Kami harap ada kebijakan Gubernur, naik sedikit dari ketentuan,” katanya.
Sebelumnya pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah menyampaikan pernyataan bahwa rata-rata upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 naik sebesar 1,09 persen. Naik tipis lantaran melihat kondisi perekonomian di tengah pandemi Covid-19 yang masih tumbuh lambat.
Perhitungan UMP tersebut juga berdasarkan formula dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. (*)