Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati
Santriwati Korban Rudapaksa Histeris Tutup Telinga dengar Suara Herry Wirawan
Ada saksi korban yang datang memberi keterangan, padahal baru sekitar tiga minggu lalu usai melahirkan anak ulah perkosaan yang dilakukan Herry.
Uu berharap, masyarakat tak menyamaratakan semua guru ngaji punya perilaku serupa. "Saya bertanya kepada orang-orang yang kenal dengan pelaku. Dia memang pernah pesantren, tapi enggak benar. Perilakunya juga tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," katanya.
Uu juga berharap, peristiwa ini tak memicu ketakutan dari para orang tua yang hendak atau tengah menyekolahkan putra-putrinya di pesantren.
"Ada sekitar 12 ribu pondok pesantren yang ada di Jawa Barat. Belum lagi majelis-majelis, dan madrasah diniyah. Harapan kami, jangan disamaratakan," katanya.
Uu mengatakan, pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren adalah hak bagi setiap orang tua atau wali murid.
"Di pesantren yang benar, orangtua bisa 'ngalongok ka pesantren'. Bahkan pesantren saya ada libur setahun dua kali. Orang tua boleh menengok perkembangan anak di pesantren. Sehingga terpantau pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Tidak cukup dengan telepon," kata Uu.
Uu mengatakan, orang tua perlu mengedepankan kehati-hatian ekstra sebelum mempercayakan anaknya menjadi peserta didik suatu lembaga. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, mulai dari biaya, fasilitas, metode belajar, asal usul pendidikan guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga yang berdiri.
Orangtua, kata Uu, sebaiknya memilih sekolah yang sudah terbukti menghasilkan lulusan berkualitas. Bisa saja dengan melihat tetangga, kerabat, atau testimoni dari lulusan yang sudah pernah menempuh pendidikan di suatu lembaga.
"Kita juga harus mewaspadai seandainya ada pesantren-pesantren yang aneh-aneh. Dari pendidikannya, perilaku, dan lainnya, jangan sampai orang tua ini memberikan anak kepada pesantren tetapi tidak tau latar belakang lembaga tersebut," kata Uu.
Terkait ke-12 santriwati yang menjadi korban, kata Uu, terus mendapat pendampingan oleh tim Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat.
"Semoga hal ini tidak terulang lagi dan menjadi fokus pondok pesantren yang lain untuk tetap melindungi para santrinya," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan sangat marah dengan kasus rudrapaksa menimpa para santriwati ini. Ia berharap ini menjadi kasus terakhir.
"Kami titip bupati dan wali kota untuk terus memonitor kegiatan-kegiatan di wilayah masing-masing agar hal seperti ini tidak terulang, dan mudah-mudahanan kita bisa melihat perkembangan yang seadil-adilnya," kata Emil.
Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, mengatakan sejak kali pertama kasus ini terkuak pada akhir Mei 2021 lalu, langsung memerintahkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk mengawal kasus asusila ini.
"Waktu itu saya langsung tugaskan Bu Rita (Kepala DP3A) untuk mengawal penanganan. Saya minta agar psikologis korban dijaga dan dilindungi," ujar Oded, Kamis, ( 9/12).
Oded menuturkan, psikologis para korban ini menjadi fokus. Bukan hanya akibat kejadian yang dialaminya, namun jangan sampai anak mengalami perundungan. Karena informasi yang bermunculan berpotensi memperbesar risiko trauma hingga depresi.