Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati

Herry yang Rudapaksa Santriwati Hingga Melahirkan Kategori Perbudakan, Tak Cukup Dihukum 20 Tahun

Hukuman 20 tahun penjara bagi Herry Wirawan tidak sebanding dengan derita yang dialami para korban.

Editor: Bambang Wiyono
Istimewa
Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil. 

Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.

“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” katanya.

Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.

Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak tersebut.

Salah satu fakta persidangan menyebutkan, anak-anak yang dilahirkan oleh santriwati di bawah umur ini diakui sebagai anak yatim piatu.

Kemudian, oleh Herry Wirawan, dijadikan alasan untuk mencari duit kepala sejumlah pihak.

"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Diah Kurniasari.

Saat ini, pihaknya mendampingi dan memberikan perlindungan pada 29 orang dimana 12 orang di antarnaya di bawah umur.

"Dari 12 orang santriwati di bawah umur, 7 di antaranya melahirkan anak pelaku," kata dia.

Desak Hukuman Kebiri

Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil. (Istimewa)
Desakan pemberian hukuman maksimal bagi Herry Wirawan muncul dari berbagai pihak.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pun mendesak agar Herry Wirawan dihukum maksimal.

“Kami berharap majelis hakim memutuskan agar terdakwa dipidana hukuman maksimal dan dijatuhkan restitusi untuk para korban,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2021).

Siti juga meminta agar pemerintah daerah memfasilitasi proses pemulihan korban dan mendorong Kementerian Agama membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh pesantren.

Selain Komnas Perempuan, hal senada juga disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved