Berita Denpasar

Pengertian Yadnya dan Panca Yadnya Dalam Hindu di Bali 

Yadnya adalah salah satu bagian penting dari agama Hindu, khususnya yang bagi umat Hindu di Bali.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Karsiani Putri
AA Seri Kusniarti
Proses upacara Pitra Yadnya 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Yadnya adalah salah satu bagian penting dari agama Hindu, khususnya yang bagi umat Hindu di Bali.

Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta, dari urat kata Yad yang berarti memuja atau mengadakan selamatan.

Sehingga yadnya sendiri, diartikan sebagai pemujaan atau pengorbanan yang dilakukan tulus ikhlas.

Baca juga: Ngereh dan Kerauhan, Mengapa Penting Dilakukan Dalam Hindu di Bali

Baca juga: Makna Nitya Karma dan Naimitika Karma, Waktu Sembahyang bagi Umat Hindu di Bali

Yadnya pada dasarnya adalah upaya mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta.

Serta mendidik diri untuk mendekatkan dan saling menghargai, dengan seluruh ciptaan Tuhan termasuk alam semesta.

Yadnya juga bertujuan membayar hutang sesuai dengan ajaran Tri Rna.

Diantaranya, Dewa Rna yaitu hutang hidup pada Sang Pencipta.

Rsi Rna, hutang suci kepada para rsi, atas ajaran beliau tentang agama, kebaikan, dan lain sebagainya.

Kemudian Pitra Rna, hutang jasa pada para leluhur yang telah melahirkan dan membesarkan kita semua.

Ida Pedanda Nabe Gede Buruan, menjelaskan bahwa Tuhan pun beryadnya karena mengorbankan diriNya untuk menciptakan alam semesta.

Baca juga: Makna Yadnya yang Disebut Sattvika Yadnya 

Baca juga: Upakara Atau Banten, Berikut Makna dan Fungsinya Menurut Kepercayaan Hindu Bali

Tuhan pula mengisi alam semesta, serta menciptakan manusia dan segalanya termasuk baik dan buruk demi keseimbangan alam semesta ini.

Untuk itu, sesama makhluk hidup harus saling menjaga dan menghargai.

Sebab Tuhan menciptakan dunia dan isinya untuk diolah dan digunakan hidup bersama-sama.

Tanpa alam semesta ini, manusia tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa meneruskan hidupnya.

“Begitu pula dengan para rsi, wiku atau guru yang mengajarkan umat manusia tentang ajaran agama. Tentang kehidupan, tentang Dharma. Sehingga ada hutang dengan para rsi yang disebut Rsi Rna,” sebut Ida.

Pengorbanan ini yang kemudian dibalas dengan yadnya agar hutang Tri Rna bisa diselesaikan dengan baik sesuai ajaran agama Hindu.

Yadnya sendiri sangat erat berkaitan dengan upacara dan upakara (banten).

Kemudian disesuaikan dengan desa, kala, patra, dari setiap daerah yang ada di Bali.

Bahkan di Nusantara bagi umat penganut Hindu.

Umat Hindu mengenal lima macam yadnya yang disebut dengan Panca Yadnya.

Dewa Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kehadapan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi beliau.

Pitra Yadnya adalah segala sesuatu pengorbanan yang ditujukan kehadapan para leluhur dan kepada yang telah mendahului.

Rsi Yadnya adalah suatu pengorbanan yang ditujukan kepada orang-orang suci, baik para rsi itu sendiri, para sulinggih, para wiku dan guru serta orang-orang suci lainnya yang telah melalui proses dwijati.

Bhuta Yadnya adalah segala sesuatu pengorbanan yang ditujukan kepada para bhuta dan segala makhluk ciptaan Tuhan, khususnya yang tidak sempurna seperti manusia.

Kemudian Manusa Yadnya adalah segala pengorbanan yang ditujukan untuk pemeliharaan manusia dari dalam kandungan sampai akhir hidup manusia itu sendiri.

Yadnya juga harus disesuaikan dengan susila, tatwa, dan etika, sehingga fungsi dan susunan dari upakara dan upacara yadnya itu sesuai dengan tujuannya.

Dengan beryadnya, manusia membagi dengan ikhlas apa yang telah ia terima dan dikembalikan ke alam semesta yang semuanya bermuara di Tuhan itu sendiri.

Hal ini pula sesuai dengan ajaran Tat Twan Asi, bahwa aku adalah kamu dan kamu adalah aku.

Upakara (banten) yadnya pun dibagi lagi menjadi beberapa bagian, sehingga tidak memberatkan umat saat penyelenggarannya.

Sehingga umat yang tidak memiliki dana berlebih, bisa menghaturkan upakara dalam bentuk nista.

Kemudian tataran lebih tinggi lagi adalah bentuk madya, dan yang paling tinggi adalah utama.

“Untuk itu, jangan merasa upakara yadnya itu berat. Karena agama Hindu sangat fleksibel,” tegas Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti.

Beliau menyarankan agar umat Hindu memahami terlebih dahulu esensi dari banten yadnya itu.

Sebab tidak semua harus menghabiskan dana yang besar.

Hal ini penting, agar yadnya tidak menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, khususnya umat Hindu.

Ibarat kata, jika tidak punya pejati bisa dengan canang sari.

Namun perlu diingat esensinya yang harus diutamakan, yakni keikhlasan itu sendiri. 

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved