Berita Gianyar

Pembuatan Ogoh-ogoh di Gianyar Tetap Diperbolehkan, Tapi Tak Boleh Diarak

agi pemuda di Kabupaten Gianyar yang sudah terlanjur membuat ogoh-ogoh untuk lomba yang diadakan tingkat kabupaten, supaya tetap dilanjutkan.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Noviana Windri
Istimewa
Pawai ogoh-ogoh serangkaian Hari Raya Nyepi di Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali sebelum pandemi Covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR -  Gianyar, Bali tetap pada memberikan kebebasan pada pemuda atau masyarakat di Kabupaten Gianyar yang ingin membuat ogoh-ogoh serangkaian Hari Raya Nyepi, Maret 2022 nanti.

Namun hal tersebut hanya berlaku untuk pembuatannya saja.

Dalam hal ini, MDA Gianyar hanya melarang arak-arakannya.

Meskipun tidak ada arak-arakan, MDA Gianyar memastikan ogoh-ogoh yang dibuat tidak akan mubasir.

Sebab di Gianyar akan ada lomba ogoh-ogoh diikuti semua STT se Kabupaten Gianyar.

Baca juga: Pawai Ogoh-ogoh Ditiadakan, MDA Bali: Mencermati Situasi Kasus Covid-19 Terkini

Baca juga: Satpol PP Bali Cabut Spanduk Liar yang Berisi Tuntutan ke MDA Tarik Surat Edaran Pembuatan Ogoh-ogoh

Baca juga: BREAKING NEWS; Kasus Covid-19 di Bali Melonjak Tinggi, Pawai Ogoh-ogoh Batal Digelar

Ketua MDA Gianyar, Anak Agung Alit Asmara, Rabu 9 Februari 2022 mengatakan, bagi pemuda di Kabupaten Gianyar yang sudah terlanjur membuat ogoh-ogoh untuk lomba yang diadakan tingkat kabupaten, supaya tetap dilanjutkan.

Hal itu dikarenakan penilaiannya nanti bukan pada arak-arakannya. Namun yang dinilai adalah wujud ogoh-ogohnya. 

"Kita sudah menyiapkan sebuah solusi nampung kreativitas dengan memberikan penilaian di tempat dengan virtual. Secara  teknis, tidak melanggar konteks kerumunan. Penilaiannya kita nanti bukan pada posisi pawai ogoh-ogohnya. Yang kadung bikin, silahkan lanjutkan," ujarnya.

Terkait rentetan perayaan Nyepi lainnya, seperti melasti, Gung Alit mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan MDA di tingkat kecamatan.

Dimana untuk melasti tetap dilangsungkan. Namun yang terlibat dalam upacara, kata dia tidak boleh lebih dari 50 orang.

"Melasti kan ada dua pilihan, kalau situasinya darurat bisa dilakukan dengan ngubeng. Tapi ada memang desa adat yang harus melaspas tapakan, kita tidak boleh melarang. Tapi dalam kondisi ini kita dibatasi peserta melastinya tak boleh lebih dari 50 orang, tanpa gamelan, cukup tapakan," ujarnya. 

Gung Alit berharap masyarakat memahami kondisi ini.

"Kita sudah bangun komunikasi. Karena situasi begini, kemarin ada yang mendahului melasti. Kami tidak bisa melarang melasti, kami yakin di desa adat sudah memahami," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved