Berita Bali
ETLE Akan Dipasang di 12 Titik, Tilang Elektronik di Bali Sudah Berlaku, 5 Pelanggar Didenda
Kapolda Bali meluncurkan Elektronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Nasional Presisi Tahap II di Gedung Pesat Gatra Polresta Denpasar
Penulis: Firizqi Irwan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Maka dari itu, asalkan ETLE bisa memberikan sanksi secara konsisten, ini bisa mengubah perilaku berkendara masyarakat.
Ddalam kajian sosiologis ada yang namanya sistem untuk memantau atau mengontrol atau mengawasi masyarakat yang dinamakan sistem Panoptikon.
Panoptikon prinsipnya bagaimana kita bisa mengawasi orang lain tanpa orang lain tahu kalau dia sedang diawasi.
Panoptikon paling awal adalah penjara yang bentuknya colosseum di tengah penjara ada menara pengawas.
Menara itu seolah selalu mengawasi semua tahanan.
Padahal belum tentu.
Bisa jadi penjaga di dalamnya sedang tidur.
Konsep Panoptikon ini pun dipraktikkan dalam pos-pos polisi di persimpangan jalan.
Yang paham dengan konsep ini, mereka membangun Panoptikon dengan kaca hitam.
Seolah dari dalam selalu mengawasi di luar.
Padahal sebetulnya yang di dalam belum tentu mengawasi.
Bahkan kadang tidak ada personel, tapi kita yang lewat selalu merasa diawasi dengan adanya pos polisi.
Dalam perkembangan modern, Panoptikon sekarang paling mutakhir menjelma seperti CCTV, ETLE, yang kemudian menjadi teknologi yang membuat kontrol atau pengawasan terhadap masyarakat semakin mudah, tapi di sisi lain masyarakat selalu merasa dalam kontrol dan pengawasan.
Ada sisi baiknya dan tidaknya.
Sisi baiknya, masyarakat mengalami pendisiplinan secara otomatis, tetapi sisi buruknya teknologi tidak bisa diajak kompromi.
Misalkan seringkali ada hal-hal darurat di jalanan, seperti orang harus terpaksa melanggar lalin, misalnya karena mengantar istrinya yang mau melahirkan.
Kemudian orang terpaksa cepat-cepat ke IGD karena menyelamatkan korban kecelakaan di jalan.
Apakah fungsi ETLE bisa berkompromi? Apakah jatuhnya pelanggaran? Dan apakah ada ruang kompromi atau diskusi dari pengguna jalan untuk alasan kemanusiaan? Saya pikir ini yang perlu ditekankan atau diingatkan pada pemangku kebijakan. Apakah ada ruang negosiasi diskusi dan kompromi untuk pelanggaran semacam ini?
Ada pelanggran atau penyimpangan yang diperbolehkan atau disebut pelanggaran primer yang istilahnya dengan alasan kemanusiaan.
Baca juga: Siap-siap Terima Tilang Elektronik, Polda Bali Launching ETLE Maret atau April Ini
Apakah semakin ke sini Panoptikon semakin otoriter karena sulit diajak berdiskusi atau kompromi karena dijalankan oleh robot atau mesin, atau bisa berkompromi.
Kadang di lapangan ada orang melanggar lalin karena sebab khusus, di situ seringkali polisi malah membantu.
Tetapi untuk teknologi ini, besok semakin ke depan jumlah aparatur di lapangan digantikan teknologi ETLE.
Hal-hal seperti ini akan sulit terjadi lagi. Ini sudah menjadi masalah sejak dulu.
Bagimana teknologi mau tidak mau sedikit mengikis kemanusiaan atau gagal menempatkan manusia sebagai makhluk yang punya perasaan. (riz/ian)
Kumpulan Artikel Bali