Berita Tabanan
Krama Banjar Adat Tenten Gerudug PN Tabanan, Minta Keadilan dan Pertahankan Tanah Ayahan Desa
Puluhan krama Banjar Adat, Desa Adat Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali, tampak menggerudug Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Selasa 5 April
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Made Raka kembali mengatakan, sejak tidak ada yang menempati atau sudah dikuasi oleh Desa Adat juga dimanfaatkan sebagai posko seperti posko pecalang. Saat ini, pihaknya masih menunggu keputusan dari Pengadilan Negeri Tabanan.
"Kami meminta keadilan dan tanah itu kembali ke tanah atau karang ayahan desa. Sekarang kami juga sedang proses ke jalur hukum juga termasuk ke BPN," tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Desa Adat Banjar Anyar, I Wayan Adi Aryanta mengungkapkan, tanah ayahan desa Adat Banjar Anyar dengan luas 469 M2 disertai bangunan sebelumnya ditempati oleh warga bernama Ni Nengah Sulastri.
Karena tak ada ahli waris, tanah tersebut putung (putus waris). Namun, diketahui sebelumnya bahwa tanah tersebut menjadi agunan di bank wilayah Denpasar sehingga muncul gugatan eksekusi lahan.
Dia selaku kuasa hukum juga menegaskan, Banjar Adat dan Desa Adat adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang diakui dan dilindungi oleh Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Terlebih Desa Adat sudah diakui sebagai Subjek Hukum dengan Terbitnya Perda Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Sehingga dengan hal itu Desa dan Banjar Adat bisa menempuh cara legal untuk memperjuangkan haknya.
"Jadi kami sudah sarankan agar menempuh cara lain agar tidak melakukan cara seperti kekerasan. Apalagi Desa Adat sudah memiliki legal standing untuk ajukan gugatan ke pengadilan," tegasnya.
Sejauh ini, kata dia, masyarakat adat sudah paham dengan utang piutang.
Bahwa saat memiliki hutang itu harus dibayar.
Namun dalam kasus ini berbeda, ada banyak kejanggalan yang ditemukan seperti tanah adat yang beralih ke tanah pribadi, kemudian saat pencairan kredit dengan agunan tanah ini juga ditemukan identitas palsu yakni berupa KTP atau NIK palsu.
Dengan temuan tersebut, pihak mencurigai ada oknum yang sengaja bermain dalam kasus ini.
Apalagi saat proses pengajuan kredit, sejatinya ada ahli waris dan sebaginya namun justru muncul identitas palsu. Sedangkan, di tanah ini tidak ada ahli warisnya.
"Keluarga almarhum ini sebenarnya memiliki dua orang anak. Satu orang meninggal dunia dan satu lagi nyentana sehingga tak ada ahli waris. Nah sehingga mungkin ada oknum yang membuat ahli waris palsu," ungkapnya.
Terpenting, kata dia, ketika ada identitas palsu di sana, maka segala macam perjanjian yang muncul setelahnya batal demi hukum. Sehingga pihak krama desa adat tentu menuntut keadilan dan perjanjian kredit itu bisa dibatalkan. (*)
Berita lainnya di Berita Tabanan