Wawancara Tokoh
Kajati Jabar Asep N Mulyana, Yayasan Milik Herry Harusnya Dibubarkan
MESKI mengabulkan permohonan banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat terkait kasus pemerkosaan
Kedua, ini juga dinamakan corporate misdad atau korporate kejahatan.
Artinya sejak awal yayasan ini memang dibuat untuk melakukan kejahatan.
Kami melihat rentang waktu antara pendirian yayasan dengan kejahatan pelaku.
Jadi, sebenarnya pondok pesantren ini tidak melakukan kegiatan yang seharusnya, tapi untuk kejahatan.
Dalam teori, ketika ada sebuah badan hukum yang sejak awal digunakan untuk kejahatan, badan hukum itu harus dihukum.
Hukumannya bisa pembubaran serta penyitaan asetnya dan diserahkan kepada negara.
Dalam kasus ini, kejaksaan ternyata juga ikut mengurusi save house bagi para korban kejahatan Herry Wirawan. Mengapa?
Soal save house ini, sejak awal kami memang sudah berkoordinasi dengan LPSK, pegiat anak, bahkan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melibatkan Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil, serta Kementerian Agama Kanwil Jabar.
Mengapa kami mengumpulkan itu dan berkoordinasi dengan mereka? Karena ini harus tertangani. Anak-anak ini tidak mungkin harus menunggu sampai putusan.
Tanpa bermaksud untuk mendahului keputusan hakim, maka sudah kami siapkan rumah aman.
Kami juga sudah bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Jabar, Unit Perlindungan Anak, dan bahkan tidak hanya sampai di situ.
Baca juga: Kajati Jabar Asep N Mulyana, Kasus Herry Bukan Semata Asusila
Kami juga mengundang semua elemen masyarakat.
Semua itu bagian komitmen kami, kesungguhan kami untuk secara komprehensif dalam perkara ini, tidak hanya tertuju pada pelakunya, tetapi juga bagaimana kita memikirkan anak-anak ini, karena kita harus mengedepankan kepentingan terbaik untuk anak-anak.
Di Garut ada anak korban yang dikeluarkan dari sekolah karena sekolah tahu anak itu korban. Bagaimana Anda melihat ini?