Berita Klungkung

Kisah Heroik Perang Puputan Klungkung yang Diperingati Setiap Tanggal 28 April

Tanggal 28 April diperingati setiap tahunnya sebagai hari Puputan Klungkung.

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Karsiani Putri
Eka Mita Suputra
Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalem Semara Putra memandangi foto leluhurnya, Ida Dewa Agung Jambe saat ditemui di Pendopo Puri Agung Klungkung, Rabu (20/4) lalu. 

TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG- Tanggal 28 April diperingati setiap tahunnya sebagai hari Puputan Klungkung.

Tidak sekadar perang habis-habisan, bagi masyarakat Klungkung ini menjadi tonggak sejarah rakyat untuk mempertahankan kedaulatan di tanah kelahiran.

Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalem Semara Putra memandangi foto leluhurnya, Ida Dewa Agung Jambe saat ditemui di Pendopo Puri Agung Klungkung, Rabu (20/4) lalu.

Sampai detik  ini, ia masih terus mendukung diusulkannya Ida Dewa Agung Jambe sebagai pahlawan nasional. 

Baca juga: BREAKING NEWS: Dua Anak Kecil Selamat dari Peristiwa Kebakaran Rumah di Desa Tangkas Klungkung

Baca juga: Rentan Memicu Konflik Sosial, Tim Terpadu Diminta Ikut Aktif Berantas Pungli di Klungkung

Menurut Ida Dalem Semara Putra, sosok Ida Dewa Agung Jambe tidak sabatas pemimpin bagi masyarakat saat era Kerajaan Klungkung. Namun bisa menjadi sosok yang semangatnya bisa ditauladani dalam membela tanah air.

"Pada masanya, Ida Dewa Agung Jambe menunjukkan sikap masyarakat Bali, yang menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya," ungkap Ida Dalem Semaraputra.

Ia lalu mencoba mengisahkan secara singkat, bagaimana perang Puputan Klungkung bisa meletus pada 114 tahun lalu.

Ketegangan jelang perang besar sudah terjadi 13 sampai 16 April 1908.

Ketika itu Kerajaan Klungkung sebagai pusat kerajaan di Bali, menjadi wilayah  yang belum takluk oleh Kolonial Belanda.

Pada tanggal itu, kolonial mengadakan patroli keamanan di wilayah Kerajaan Klungkung

Hal ini tidak diterima petinggi kerajaan dan masyarakat saat itu, karena dianggap melanggar kedaulatan kerajaan.

Sampai adanya penyerangan terhadap beberapa tentara kolonial oleh masyarakat di wilayah Gelgel.

Hal ini tidak diterima kolonial, yang berujung ultimantum kepada Kerjaaan Klungkung agar menyerah ke Kolonial paling lambat 22 April 1908.

Namun, ultimatum itu tidak diperdulikan oleh  Ida Dewa Agung Jambe Pasukan dari Kerajaan Klungkung justru bersiap diri, mengingat tanggal 20 April 1908, kolonial Belanda menambah pasukan yang didatangkan dari Batavia (Jakarta). 

Tanggal 21 April 1908, pasukan kolonial Belanda berlabuh di sekitar Pantai Jumpai dan langsung memborbardir wilayah Gelgel, Satria, dan Semarapura.

Masyarakat yang bersenjata keris dan tombak , dengan berani menghalau serangan meriam dari kolonial.

Serangan pasukan Klungkung baru dapat dapat dipatahkan setelah 6 hari pertempuran.

Pertempuran 6 hari berturut-turut membuat kolonial kehilangan cukup banyak pasukan.

Tanggal 27 April 1908, kolonial kembali mengirim pasukan dan berlabuh di Kusamba dan Jumpai. 

Masyarakat di dua desa tersebut  melakukan perlawanan, untuk menghalau pasukan kolonial masuk ke pusat pemerintahan Kerajaan Klungkung di Semarapura.

Sampai akhirnya Belanda berhasil mengepung istana.

Puncaknya tanggal 28 April 1908, Belanda berhasil menembus pertahanan Kerajaan Klungkung dan merangsek masuk ke dalam istana.

Tepatnya di depan Pemedal Agung. Semua rakyat berpakaian putih mengorbankan jiwa raga untuk puputan (Bertempur habis-habisan) di depan istana kerajaan.

"Tidak hanya rakyat, keluarga kerajaan hingga putra mahkota saat itu yang masih anak-anak, Ida I Dewa Agung Gede Agung ikut keluar istana untuk bertempur dan gugur bersama kerabat kerajaan lainnya," ungkap Ida Dalem Semara Putra.

Saat itulah sang raja Ida Dewa Agung Jambe melaksanakan dharmaning ksatria, yaitu kewajiban tertinggi seorang kesatria sejati.

Ia keluar istana, ikut pertempuran dan gugur bersama rakyatnya di depan depan Pemedal Agung.

"Pemedal Agung di areal Kerta Gosa merupakan saksi bisu perang Puputan Klungkung. Pada masanya, menunjukkan sikap masyarakat Bali, yang menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya. Semangat dan rasa nasionalime itulah yang harusnya diwariskan oleh generasi muda saat ini," jelas Ida Dalem Semara Putra. 

Mentauladani Perjuangan Ida Dewa Agung Jambe Sebagai Calon Pahlawan Nasional

Sementara itu Pengusulan Ida Dewa Agung Jambe sebagai pahlawan nasional sudah lolos seleksi dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pahlawan (TP2GP).

Hanya tinggal menunggu keputusan dari presiden untuk penetapan pahlawan nasional.

Mengingat daerah lain juga banyak yang mengusulkan tokoh untuk menjadi pahlawan nasional. 

"Kami berharap Ida Dewa Agung Jambe bisa segera ditetapkan sebagai pahlawan nasional," ungkapnya.

Sementara Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta sebagai salah satu penggagas pengusulan Ida Dewa Agung Jambe sebagai pahlawan nasional, mengatakan pihaknya bersama Gubernur Bali I Wayan Koster trus berupaya agar tokoh Puri Agung Klungkung itu bisa menjadi pahlawan nasional.

"Kami terus berusaha, agar perjuangan beliau (Ida Dewa Agung Jambe) bisa dikenang dan menjadi tauladan kita bersama. Bagaimana perjuangannya agar bisa diteruskan oleh generasi muda saat ini, untuk Klungkung yang semakin maju," jelasnya. 

Sementara sejarawan Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan menjelaskan, ketika Ida Dewa Agung Jambe ditetapkan sebagai pahlawan nasional, ada beberapa nilai positif yang diberikan.

Mulai dari nama Klungkung yang terangkat karena memiliki pahlawan nasional.

Hingga menanamkan nilai-nilai dan semangat perjuangan ke generasi yang akan datang.

"Dengan Klungkung memiliki pahlawan nasional, nilai perjuangannya bisa ditanamkan ke generasi muda Klungkung," ungkap Wirawan.

Ia pun berharap  sehingga pada periode kepemimpinan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta saat ini, Klungkung sudah memiliki tokoh pahlawan nasional. 

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved