Berita Jembrana

KASUS Rabies Naik, Dewan Desa Adat Ikut Kontrol Populasi Hewan Peliharaan Melalui Pararem

Kasus rabies di Jembrana, cukup mengkhawatirkan sehingga diatur dalam pararem.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
DOK PRIBADI
Ilustrasi Anjing Rabies 

 


TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Kasus rabies di Jembrana, cukup mengkhawatirkan.

Hal itu terbukti, dengan adanya peningkatan kasus cukup tajam dalam lima bulan ini.

Bahkan, sudah mencapai 100 kasus hingga 13 Mei 2022 lalu.

Dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 66 kasus, maka nyaris dua kali lipat peningkatan di Jembrana.

Baca juga: 14 Desa di Karangasem Masuk Zona Rawan Rabies

Ilustrasi rabies
Ilustrasi rabies (Tribun Bali/dwi suputra)


Ketua Komisi II DPRD Jembrana, I Ketut Suastika, mengatakan bahwa rapat Kerja gabungan komisi kemarin sudah dilaksanakan dengan dinas terkait.

Pada dasarnya, pihaknya hendak mendorong, supaya desa adat di Jembrana melakukan rapat untuk membuat perarem penanganan rabies.

Di mana nantinya akan ada kontrol populasi yang dilakukan.

Hal itu, juga sesuai dengan penegakan Perda Provinsi Bali Nomor 15 tahun 2009, tentang Penanggulangan rabies.

Dan sekaligus menekankan, bagaimana penanganan rabies ini bisa ditangani oleh OPD terkait.

Baca juga: 17.500 Dosis Vaksin Rabies Belum Turun, Polisi Dan Puskesmas Gelar Penanganan di Pengambengan

“Saya terinspirasi juga seperti di Pejeng Gianyar, dengan melibatkan desa pakraman adat mengatur perkembangan hewan peliharaan.

Sehingga secara masif bisa diantisipasi, penyebaran dan diawasi HPRnya.

Dan terbukti penyebaran rabies disana dapat teratasi optimal,” ucapnya Rabu 18 Mei 2022.

Baca juga: WADUH! 84 Kasus Rabies Tahun 2022 Lampaui Jumlah Kasus Tahun 2021


Pria yang akrab disapa Cohok ini, mengaku pihaknya juga menekankan terkait juknis (petunjuk teknis) penanganan rabies.

Seperti halnya penanganan awal, ketika digigit dan teknis pemberian VAR.

Pentingnya sosialisasi betapa berbahayanya rabies ini, tidak hentinya akan disampaikan edukasi dan pelatihan-pelatihan terhadap warga dan juga petugasnya.

“Kami (di lembaga) mencoba pola sosialisasi kepada masyarakat dengan melibatkan anggota DPRD di dapil-dapul masing-masing.

Untuk nantinya maka akan masuk ke ranah, maka perlu dilakukan rapat antar instansi terkait lagi,” ungkapnya.

Baca juga: Stok Sempat Nyaris Habis, Vaksin Anti Rabies di Jembrana Kini Ada 390 Dosis

Ilustrasi vaksin - Stok Vaksin Anti Rabies di Gianyar 102 Vial, Dinkes Sebut Stok Masih Aman
Ilustrasi vaksin - Stok Vaksin Anti Rabies di Gianyar 102 Vial, Dinkes Sebut Stok Masih Aman (Dok. Tribun Bali)

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana, Wayan Sutama, mengaku bahwa Kabupaten Jembrana merupakan zona merah rabies.

Yang mana dari 51 desa dan kelurahan, ada 29 desa/kelurahan yang sudah masuk zona merah kasus rabies.

penanganan lebih lanjut, yang dilakukan disamping vaksinasi, ialah melakukan eliminasi anjing-anjing.

Dan terkait eliminasi, juga dilakukan langkah persuasif.

“Walaupun itu liar yang ada pemiliknya kami tetap berkoordinasi dengan aparat desa, kita akan lakukan eliminasi yang penting seizin dari pemiliknya berani kita eliminasi,” jelasnya.

Baca juga: Kasus Gigitan Anjing Rabies Kembali Marak, Stok VAR di Klungkung Hanya Tersisa 48 Vial


Ia menjelaskan, bahwa ketika ada gigitan anjing maka dilakukan upaya monitor, diobservasi terus pengambilan sampel.

Anehnya setiap dikirim sampel, maka hasilnya selalu positif.

Di Kabupaten Jembrana dari 5 kecamatan, sudah tidak ada zona hijaunya.

Dari 29 desa zona merah ini memang, Jembrana rangking satu dalam kasus rabies.

Masalah rabies ini, sedang menjadi permasalahan yang mengancam ke depannya bahkan nanti.

Berkaca pada tahun 2020 hanya 6 persen vaksin rabies yang terpakai.

Kemudian, pada tahun 2022 menjadi 30 persen.

Dari 30 persen itu, sudah 70 persen yang terpakai.

Baca juga: 17.500 Dosis Vaksin Rabies Belum Turun, Polisi Dan Puskesmas Gelar Penanganan di Pengambengan

“Masih banyak sekali anjing-anjing di bawah yang belum tervaksin yang kemungkinan akan berdampak terhadap hasil positif. Makanya, kami pun khawatir karena selalu hasilnya positif,” ungkapnya.

Ia mengaku, bahwa permasalahnya ketika anjing sudah menggigit, atau begitu  satu orang digigit maka pihaknya harus sudah siap empat vial VAR.

Pihaknya tidak boleh memberikan satu vial VAR saja.

Yakni, pada hari pertama dia gigit dua vial, setelah 7 hari dan lagi satu vial dan 21 hari kemudian satu vial. 

 

Baca juga: Stok Sempat Nyaris Habis, Vaksin Anti Rabies di Jembrana Kini Ada 390 Dosis


Sedangkan, perkembangan kasus gigitan anjing rabies dari tahun 2019.

Yakni ada 3.256 dengan kasus positif rabies 244.

Kemudian tahun 2020, sebanyak 2.289 gigitan dengan kasus positif 5.

Kemudian pada 2021 ada 2.410 gigitan dengan kasus positif 66.

Pada 2022 sampai bulan Mei ini sudah 1.410 gigitan, dengan kasus positif sebanyak 100 kasus.

“Saat ini kita tidak semata-mata berbicara kita kekurangan vaksin. Tetapi bagaimana pencegahan rabies ini yang perlu kita mencarikan sebuah solusi,” bebernya. (*).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved