Berita Tabanan

PETERNAK Menjerit Hasil Jual Ternak Hanya Kembali Modal Gara-gara Virus 

Para peternak babi di Kabupaten Tabanan, kian resah dengan kondisi saat ini.Sebab, selain harga lokalan yang merosot jauh.Warga juga terus dibayan

Istimewa
Ilustrasi babi 

 

TRIBUN-BALI.COM - Para peternak babi di Kabupaten Tabanan, kian resah dengan kondisi saat ini.

Sebab, selain harga lokalan yang merosot jauh.

Warga juga terus dibayangi serangan virus mematikan.

Baca juga: Antisipasi PMK, Disperpa Badung Periksa Sapi di Beringkit dan Kelompok Ternak

Pemeriksaan hewan ternak antisipasi virus PMK di Desa Banyubiru oleh satgas Gabungan, Selasa 24 Mei 2022.
Pemeriksaan hewan ternak antisipasi virus PMK di Desa Banyubiru oleh satgas Gabungan, Selasa 24 Mei 2022. (istimewa)

 

Virus yang sudah muncul, sejak awal tahun 2020 lalu ini masih terjadi.

Saat ini, disebutkan babi mati mendadak pada gelombang 2 dan gelombang 3.

Biosekuriti dan sanitasi pada kandang babi harus diperkuat lagi.

Baca juga: CEGAH PMK Jelang Idul Adha, Karantina Pertanian Denpasar Perketat SOP Lalu Lintas Hewan

Khusus untuk harga babi lokalan, yang merosot jauh saat ini.

Peternak meminta kepada pemerintah untuk bersikap.

Minimal memberikan edukasi dan menetapkan harga daging babi, yang menguntungkan untuk peternak.

Sebab, selama ini para pembeli daging justru memainkan harga di kalangan masyarakat.

Ilustrasi babi
Ilustrasi babi (Istimewa)


Peternak asal Kecamatan Marga, Ketut Gede Jaya Ada, menyampaikan keluhannnya terkait kondisi babi di Tabanan saat ini. 


"Sekarang kondisinya gonjang-ganjing.

Wabah lagi.

Penyakitnya yang dulu itu, babi mati mendadak.

Sekarang gelombang 2 dan 3," kata Ketut Jaya saat dikonfirmasi Minggu 5 Juni 2022.

Baca juga: BABI di Denpasar Capai 4.000 Ekor, Galungan Siap Dipotong 1.000 Ekor


Menurutnya, di Kecamatan Marga sendiri sudah banyak yang terserang virus mematikan tersebut.

Peternak mencurigai virus yang dulunya sempat mereda.

Kembali muncul karena kurangnya kesadaran, untuk menerapkan SOP seperti biosekuriti dan sanitasi. 

Parsa saat memberi pakan babi di kandang miliknya. Rabu (1/6)
Parsa saat memberi pakan babi di kandang miliknya. Rabu (1/6) (Mer)


"Banyak faktor.

Penyebarannya melalui lalu lintas, bakul, langsung hingga peternaknya.

Dan juga binatang penyebar penyakit seperti nyamuk dan lalat.

Saya kira, di Bali ini kan cenderung cuek.

Cuek dalam artian tidak mengedepankan biosekuriti dan sanitasi," ungkapnya. 

Baca juga: BABI di Denpasar Capai 4.000 Ekor, Galungan Siap Dipotong 1.000 Ekor


Menurutnya, dengan kondisi saat ini.

Pemerintah harus hadir untuk memberikan perhatian.

Perhatian dengan cara memberi edukasi belum maksimal dilakukan.

Sehingga hal ini yang memunculkan ketidakpedulian warga terhadap SOP diatas tersebut.

Apalagi sekarang kita dikelilingi oleh isu penyakit mulut dan kuku (PMK).

Penyebaran PMK Jelang Idul Adha, Karantina Pertanian.
Penyebaran PMK Jelang Idul Adha, Karantina Pertanian. (ist)


"Pemerintah harus hadir sejatinya.

Berikan edukasi kepada masyarakat, agar mereka menerapkan SOP tersebut.

Astungkara peternak kita bakal aman dari virus itu.

Artinya tidak sampai menyerang," tandasnya.

Baca juga: CEGAH PMK Jelang Idul Adha, Karantina Pertanian Denpasar Perketat SOP Lalu Lintas Hewan

 


Peternak asal Kecamatan Marga, Ketut Gede Jaya Ada menyebutkan, selain populasi yang menurun.

Harga juga tak menunjukkan keberpihakan untuk kalangan bawah yakni peternak kecil.

Harga daging babi hidup di pasaran saat ini, masih di angka Rp 38.000 per kilogram.

Jika dikalkulasikan, peternak harus mengeluarkan modal Rp3,8 juta per ekor.

Sedangkan harga jualnya juga sama bahkan di bawah.

Ilustrasi babi
Ilustrasi babi (Istimewa)

 

"Coba kita hitung, per periode panen saja sekarang modal bibit Rp 1,2 juta.

Kemudian ditambah pakan Rp2,4 juta dan ditambah lagi biaya air, listrik, kandang serta tenaga.

Kalau bisa dibilang peternak ini pakpok alias hanya kembali modal," ungkapnya. 

Baca juga: BABI di Denpasar Capai 4.000 Ekor, Galungan Siap Dipotong 1.000 Ekor


Pihaknya sebagai perwakilan peternak, mengharapkan keberpihakan atau dilakukan kebijakan soal harga dari pemerintah.

Pemerintah diminta untuk tegas, dalam penentuan soal harga.

Sehingga tak menjadi ladang bagi para 'pemain' harga.

Apalagi sekarang ada klasifikasi ternak lokalan, dengan menengah ke atas yang pengirimannya ke luar pulau. 

Ilustrasi babi
Ilustrasi babi (Istimewa)


"Ketika harganya tak sesuai, peternak yang awalnya meminjam kredit di bank harus memutar otak.

Karena ketika panen hanya kembali modal awal saja.

Bahkan ada yang merugi dan tak bisa bayar kreditan," tuturnya.

"Kami rasa pemerintah harus hadir untuk memberikan keadilan, bagi masyarakat bawah atau masyarakat kecil.

Harusnya buat keseragaman harga.

Misalnya Rp 45.000 atau Rp 50.000 per kilogram.

Sehingga dengan harga segitu, peternak akan mendapat untung untuk perkembangan atau keberlangsungan peternakan babi di Tabanan," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved