Berita Bali
Prof Mudzakkir Berikan Pendapat di Sidang DID Tabanan
Sidang dugaan dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan anggaran 2018 kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang dugaan dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan anggaran 2018 kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 4 Agustus 2022.
Sidang kali ini mengagendakan mendengar pendapat ahli yang dihadirkan oleh tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
Selain KPK, tim penasihat hukum terdakwa eks Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti dan terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja yang merupakan dosen Universitas Udayana sekaligus mantan staf khusus Eka Wiryastuti masing-masing mengajukan ahli.
Namun jaksa penuntut KPK tidak bisa menghadirkan Dr Noor Aziz Said sebagai ahli di muka persidangan.
Baca juga: Lanjutan Sidang Perkara DID Tabanan, Eks Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Syukuri Hadirnya Saksi Ahli
Pakar hukum pidana juga dosen di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan IAIN Purwokerto ini tidak bisa hadir karena alasan kesehatan. Namun demikian pendapat ahli tersebut dibacakan di muka persidangan.
Sedangkan tim penasihat hukum terdakwa Dewa Wiratmaja menghadirkan ahli hukum pidana, Dr Gede Made Suardana yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Tim penasihat hukum Eka Wiryastuti menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof. Dr. Mudzakkir.
Baca juga: SIDANG Lanjutan Dugaan Suap Pengurusan DID Tabanan, Eka Wisyastuti Kembali Hadir di Persidangan
Dalam sidang Prof. Mudzakkir diminta pendapatnya terkait pasal-pasal yang diterapkan jaksa penuntut dalam dakwaan dan beberapa hal penting yang berkaitan dengan perkara.
Sebagai saksi ahli hukum pidana dirinya berpendapat, norma hukum yang terkandung dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 terkait subyek hukum dibagi menjadi empat.
Yang pertama adalah pelaku sebagai eksekutor, aktor intelektual, orang yang turut serta atau bersama-sama, dan orang yang menganjurkan atau menggerakkan orang lain melakukan kejahatan.
Anggota penasihat hukum Eka Wiryastuti menanyakan prihal perintah bupati untuk koordinasi sifatnya normatif atau umum, tidak ada perintah khusus DID.
Prof Mudzakkir mengatakan, permufakatan jahat harus disertai mens rea (niat jahat). Sedangkan perintah itu sendiri parameternya adalah hukum administrasi yang sah, sehingga tidak bisa dimasukkan ke dalam perbuatan pidana.
"Apabila perintah kemudian dijalankan menyimpang, maka kejahatan itu menjadi tanggung jawab yang melakukan kejahatan. Kecuali bupati memerintahkan penyimpangan, itu baru bisa kena," ujarnya
Juga terkait perintah seorang kepala daerah kepada stafnya masuk ke dalam delik pidana melakukan permufakatan jahat.