Berita Bali
Kisah Kasih Bule Australia dan WNI di Bali, Dari Manisnya Cinta hingga Pahitnya Hukum
Kisah perseteruan antara mantan suami istri, WNA Australia dan WNI di Bali, ini penjelasan dua belah pihak
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah mendapatkan tuduhan dari mantan suami yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) Australia berinisal PLF atas dugaan pemerasan, pihak sang mantan istri perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial AVP angkat bicara.
Kuasa Hukum AVP, Agustinus Nahak menjelaskan, bahwa AVP dan anak-anaknya justru menjadi korban kekerasan psikis dan intimidasi mantan suaminya berinisial PLF tersebut.
"Itu bukan menolak mantannya untuk menemui anaknya, namun karena sikap kasar yang menyerang baik psikis dan verbal menimbulkan trauma dan ketakutan bagi AVP dan anak-anaknya," ungkap Agustinus Nahak kepada Tribun Bali di Denpasar, Bali, Rabu 28 September 2022.
Ia menjelaskan, mediasi pernah dilakukan antara kedua belah pihak dari petugas PPA Badung pada 23 September 2022, untuk menyelesaikan hak asuh anak namun buntu.
Baca juga: Pandemi Covid-19, Banyak Kasus Perceraian di Jembrana, Perkara Pidana Didominasi Kasus Narkotika
Di samping itu, kekerasan psikis dan verbal yang diterima AVP dari mantan suami bulenya tersebut membuatnya harus konsultasi dengan psikolog karena mengalami trauma.
Dia kemudian melaporkan ke Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak dan kasus ini juga telah di laporkan ke pihak kepolsian daerah Bali dengan register DUMAS/544/VIII/2022/SPKT/SAT.RESKRIM/POLRESTA DPS/POLDA BALI.
Ia mengatakan, bahwa PLF juga memanipulasi cerita tentang AVP untuk menggiring opini publik.
"Selama 2 tahun ini AVP menerima bermacam-macam kekerasan psikis dan kekerasan verbal dengan caci maki yang dilakukan mantanya yang bisa dibuktikan dengan beberapa video," jelasnya.
Sementara, gugatan perceraian di Pengadilan Negeri Denpasar dan Pengadilan Tinggi Bali telah dikabulkan saat ini masih dalam proses Kasasi.
"Kami selaku kuasa hukum minta agar negara wajib hadir memberikan perlindungan kepada AVP dan anak-anaknya," ucapnya.
"Melindungi dan memenuhi hak perempuan dan anak dari segala bentuk tindak kekerasan, baik fisik dan psikis, intimidasi serta diskriminasi dari mantannya yang orang asing terhadap AVP dan anak-anaknya," sambungnya.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297.
Penjelasan Atas UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5.606.
"Agar semua orang Indonesia mengetahuinya, bahwa karena sikap yang kasar dan arogan sehingga AVP saat ini belum mengizinkan mantan suaminya untuk menemui anak-anak, karena client kami dan anak-anak trauma dengan sikap mantannya," papar Agustinus Nahak.
"Kami meminta kepada lembaga terkait baik kepolisian maupun imigrasi agar menindak tegas," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan Tribun Bali, ini adalah kisah nyata dari seorang bule asal Australia berinisial PLF atas kisah nestapa yang dialaminya setelah menikah dengan seorang wanita Warga Negara Indonesia.
Awal kisah bernuansa manis dan penuh dengan romansa kebahagiaan, PLF terpesona saat bertemu dengan paras sosok wanita asal Indonesia di luar negeri.
Singkat cerita mereka akhirnya menikah, setelah beberapa waktu mereka memutuskan melakukan bayi tabung dan lahir 2 bayi kembar perempuan, pasangan ini diliputi kebahagiaan.
Mereka lalu membeli sebuah lahan dan properti di Pulau Bali, kebahagiaan mereka semakin lengkap.
Lambat laun, kisah bahagia itu berbalik menjadi mimpi buruk.
Tragedi pun tiba, tak disebutkan alasan pastinya, sang istri meminta bercerai dengan PLF.
Bule Australia itu mengaku tidak ingin bercerai dan ingin membesarkan kedua buah hati mereka.
Kemudian sang istri mengancam tidak memperbolehkan anak-anak untuk bertemu sang ayah.
Akhirnya PLF bule Australia itu menandatangani surat perjanjian cerai, karena dengan menandatangani surat perjanjian cerai itu ia baru bisa bertemu sang anak.
"Tapi setelah perceraian terjadi, hak asuh anak ada pada kedua orangtua dengan pembagian yang sama dan akses tabungan keluarga yang ditutup sang istri kemudian suami kebingungan dan tidak bisa mengambil uang simpanannya," terang Kuasa hukum PLF dari PHP Law Firm, Esther Hariandja bersama Yehezkiel Paat di Denpasar, Bali, Sabtu 10 September 2022.
Tak berhenti di situ, pada awal bulan Agustus 2022, sang mantan suami jatuh sakit dan menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Bali kemudian pulang ke negaranya Australia tepatnya pada 12 Agustus 2022.
Ia kembali ke Bali pada 25 Agustus 2022 untuk bertemu anaknya, namun justru tidak diperbolehkan sang istri, sang istri baru memperbolehkan PLF bertemu anaknya apabila PLF memberikan sejumlah uang yang diinginkan istri.
Setibanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai, PLF mengirimkan uang kepada mantan istrinya dengan harapan keesokan harinya bisa bertemu anak-anak seperti biasanya.
PLF sangat menghargai keputusan pengadilan negeri atas hak asuh antara dia dan mantan istri.
Namun ia tak habis pikir sampai sekarang dia tetap tidak diperbolehkan bertemu dengan anak-anaknya sebelum menuruti kemauan mantan istri, yaitu uang.
Dengan menyewa jasa pengacara, dirinya berharap memperoleh keadilan di Bali, rumah kedua yang sangat dicintainya setelah Australia.(*).
Kumpulan Artikel Bali