Berita Gianyar
WACANA Legalkan Tajen Menggema di Sidang DPRD Gianyar, Simak Penjelasannya Berikut Ini
Pihaknya pun meyakini Forkopimda Gianyar, akan menyampaikan usulan ini ke Forkopimda Bali, untuk mewujudkan legalitas tajen di Bali, khususnya Gianyar
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Sektretariat DPRD Gianyar, bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Gianyar, menggelar sidang pandangan umum (PU) Fraksi DPRD Gianyar, Selasa 18 Oktober 2022.
Dalam sidang tersebut, Fraksi Indonesia Raya atau gabungan Partai Gerindra, dan PKP, di DPRD Gianyar, dalam PU Fraksi-nya menyampaikan agar tajen dilegalkan atau dibebaskan dari cap kriminal, khususnya di Kabupaten Gianyar.
Sidang tersebut dihadiri oleh Bupati Gianyar, Made Mahayastra.
Wakil Bupati Gianyar, Anak Agung Mayun.
Serta para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Gianyar.
Baca juga: POLEMIK TABUH RAH dan Tajen, Polda Bali Panggil Kapolsek dan Kanitreskrim Payangan Gianyar
Baca juga: Dewan Bangli Perjuangkan Tabuh Rah Masuk Perda, Tak Ingin Disamakan dengan Tajen dan Judi Lainnya

Dihadiri pula oleh Kejaksaan Negeri Gianyar, Polres Gianyar, hingga Kodim dan Yonzipur Gianyar.
Sementara dari tubuh DPRD Gianyar sendiri, dari total 40 orang, yang hadir sebanyak 30 orang.
Sementara yang tak hadir, sembilan orang izin, dan satu orang meninggal dunia.
Dalam PU Fraksi Indonesia Raya, yang dibacakan langsung oleh Ngakan Ketut Putra, yang sekaligus Ketua Fraksi Indonesia Raya itu mengatakan, permintaan untuk melegalkan tajen di Gianyar dalam sidang ini merupakan realisasi janji fraksi.
"Sesuai dengan janji kami Fraksi Indonesia Raya, dalam upaya untuk memperjuangkan tajen agar dilegalkan.
Karena bagi kami, tajen merupakan tradisi turun-temurun dan salah satu kearifan lokal yang harus dipertahankan," ujarnya.

"Kenapa tajen harus dilegalkan di Bali, karena terjadi perputaran ekonomi di daerah.
Artinya, dalam satu arena tajen, ada banyak yang hidup di dalamnya.
Seperti, penggalian dana adat untuk pembangunan infrastruktur adat, perputaran ekonomi pedagang kuliner tradisional, seperti nasi lawar, babi guling dan sebagainya.
Bahkan, masyarakat kelas menengah ke bawah yang tak memiliki skill di bidang industri juga bisa hidup dari tajen.