Berita Jembrana

Pakaian Bekas Layak Pakai Tiba di Tempat Pengungsian, Pengungsi di Jembrana Butuh Pakaian Dalam

Belasan orang warga pengungsian tampak mulai mulai memilih pakaian bekas layak pakai hasil sumbangan masyarakat namun kini mereka membutuhkan pakaian

Tribun Bali/I Made Prasetia Aryawan
Sejumlah warga pengungsian di Jembrana tampak sibuk mencari baju bekas layak pakai di Balai Subak Tepelepus, Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Senin 24 Oktober 2022. 

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Belasan orang warga pengungsian tampak mulai datang ke Balai Subak Telepus di Lingkungan Bilukpoh Kangin, Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Bali, Senin 24 Oktober 2022 pagi.

Mereka tampak sibuk memilih pakaian bekas layak pakai yang sebelumnya diberikan oleh Dinas Sosial, relawan hingga pribadi.

Namun, yang paling dibutuhkan adalah pakaian dalam. 

Menurut pantauan, mereka yang lebih banyak mengambil pakaian bekas layak pakai saat ini adalah ibu-ibu atau emak-emak.

Mereka tampak memilih satu per satu baju maupun celana yang sekiranya cukup dan layak pakai.

Alhasil,  banyak masyarakat yang memperoleh pakaian untuk kebutuhan sehari-hari nantinya. 

Baca juga: Dampak Banjir di Jembrana: Lumpur Masih Berserakan, Warga Butuh Bantuan


"Baju saya ada yang hanyut dan ada yang bercampur lumpur di dalam lemari," kata seorang warga setempat, Ida Ayu Wiratmi di lokasi. 


Dia menuturkan, ia termasuk sangat bersyukur karena masih banyak uluran tangan masyarakat lain. Termasuk baju bekas layak pakai ini sangat bermanfaat.

Namun, saat ini yang paling dibutuhkan adalah pakaian dalam mengingat menjadi kebutuhan pokok sandang.


"Yang dibutuhkan saat ini adalah pakaian dalam. Kalau pakaian bekas layak pakai lainnya sudah sangat banyak. Ini berkat bantuan dari Dinsos, relawan dan juga ada yang secara pribadi menyumbangkan," ungkapnya.

Baca juga: Jadi Penyebab Banjir di Jembrana, Polisi Tangani 17 Kasus Illegal Logging Tiga Tahun Terakhir


Di sisi lain, kata dia, dirinya sangat setuju untuk rencana relokasi rumahnya di kawasan Sungai Bilukpoh itu.

Namun, yang menjadi pertimbangan adalah soal upakara.

Mengingat warga yang berumat Hindu juga memikirkan soal pembangunan tempat suci atau merajan di rumahnya.


"Kami sangat setuju relokasi, tapi yang kami pikirkan adalah membangun merajan beserta upakaranya," ucapnya. (*)

 

 

Berita lainnya di Berita Jembrana

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved