Bocah Dirantai

Ibu & Pacarnya Tak Ditahan, Menteri PPA Bintang Puspayoga Temui Anak yang Dirantai Ibunya di Tabanan

Kasus dua bocah dirantai sudah dalam penanganan Satreskrim Polres Tabanan, Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak mengunjungi Mapolres Tabanan

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/I Made Ardhiangga Ismayana
Bintang Puspayoga saat bertemu dan bercengkerama dengan anak yang menjadi korban dirantai dan ibunya - Ibu dan Pacarnya Tak Ditahan, Menteri PPA Bintang Puspayoga Temui Anak yang Dirantai Ibunya di Tabanan 

“Yang pacarnya itu berperan menyediakan rantai. Kalau si ibu yang merantai. Pacarnya itu turut serta,” jelasnya.

Kapolres mengatakan, untuk kondisi anak, secara kasat mata masih melakukan aktivitas sehari-hari.

Namun, untuk lebih detail terkait kejiwaan maka perlu untuk dilakukan penanganan dari pihak psikolog.

Kasus ini pun sudah menjadi perhatian Menteri PPA, Bintang Puspayoga.

Dan menanyakan penanganan kasusnya.

Pihaknya pun sudah memberikan keterangan sejauh mana penanganan ini dilakukan.

KPPAD: Perlu Konseling Psikologi

KOMISI Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali sudah mengunjungi dua anak yang dirantai ibunya di Tabanan.

Ketua Komisi KPPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, kedua anak tersebut dalam kondisi yang sehat ketika ditemui di tempat tinggalnya sementara.

“Kita sudah komunikasikan dengan instansi terkait di sana yang terpenting upaya untuk anak itu konseling psikologi untuk kedua anak. Kemudian juga bagaimana upaya agar anak ini juga memiliki identitas diri karena anaknya tidak ada akta kelahiran. Sehingga lebih mudah untuk sekolah,” jelasnya, Selasa 25 Oktober 2022.

Dia mengatakan, pihaknya juga telah mengkomunikasikan ketika ibunya berproses hukum dalam perihal mengasuh anak-anaknya agar menghubungi keluarga terdekat terlebih dahulu untuk mengasuh anaknya.

Jika keluarga terdekat tidak ada yang bisa mengasuh, maka anak mungkin bisa dirujuk ke Lembaga Kesejahteraan Anak (LKSA), namun harus diupayakan dulu dengan keluarga terdekat.

“Sementara waktu ini ibunya wajib lapor sampai nanti pemberkasan sudah selesai di kepolisian. Dan nanti kalau sudah dikejaksaan diambil sama jaksa. Tapi statusnya sudah tersangka,” imbuhnya.

Pertimbangan polisi tidak menahan ibu kedua anak tersebut karena ancaman hukumannya yang menurut pasal yang disangkakan hanya 3,5 tahun.

Selain itu juga karena kondisi anak masih tantrum.

Lalu dari psikologi juga masih dikondisikan sehingga bagaimana upayanya agar ketika ibunya berproses hukum anaknya juga bisa pelan-pelan disiapkan kondisinya.

“Dia wajib lapor setiap hari dan setiap hari juga polisinya mengontrol ke tempat sementara mereka tinggal sambil menunggu proses pemberkasan dan penyelidikan selesai. Nanti dilimpahkan biasanya langsung ditahan,” sambungnya.

Pihak KPPAD Bali pun sempat berkomunikasi dengan ibu kedua bocah tersebut. Ibunya menyampaikan alasannya mengapa ia tega merantai kedua anaknya.

Awalnya ibunya emosi karena, menurut ibunya, anaknya tidak bisa diberi tahu dan diatur, sehingga ia mengikat dan merantai anaknya.

Selain itu juga ditemukan luka memar di pipi anak dan sang ibu mengakui bahwa luka memar itu akibat pukulan dengan benda yang dilakukan oleh ibunya.

“Dia (ibunya) berkali-kali mohon maaf menyesal. Namanya juga manusia, tetap ada salah, namun mau tidak mau proses hukum tetap berjalan dan ibunya harus siapkan diri,” tandasnya.

Ibunya sendiri juga tidak mengetahui di mana keberadaan ayah biologis anak-anaknya karena setelah pisah ia lost contact hingga saat ini.

Nantinya anak-anak itu harus dalam pengawasan alternatif yang kemungkinan besar di keluarga ibunya karena sudah pisah lama dengan ayah biologisnya sejak anak pertama tersebut umur 4 tahun.

Ibunya bekerja wirausaha online, seperti jasa titip online ke luar kota.

“Kalau menurut ibunya baru pertama dia melakukan merantainya. Kita berterimakasih karena masyarakat mulai peduli seperti kasus N yang masyarakat cepat melaporkan dan membawa N ke rumah sakit. Kita apresiasi tindakan masyarakat yang cepat peduli,” ujarnya.

Ia pun memohon kepada masyarakat agar berhenti membagikan video anak-anak tersebut karena anak-anak tersebut juga memiliki masa depan.

“Kalau terus di-share nanti akan dapat stigma atau dilabeli buruk anak itu. Jangan sampai nanti mereka menjadi korban kembali karena video ini tersebar,” katanya. (ang/sar).

Kumpulan Artikel Tabanan

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved