Berita Bangli

Diseret 50 Meter Seusai Ditebas di Bangli, Nyoman Rai Dibuang ke Jurang Agar Tak Ditemukan

penganiayaan yang dilakukan di Bangli lantaran kesal akibat dituduh menanam pohon alpukat

Tribun Bali/Prima
Ilustrasi mayat - Diseret 50 Meter Seusai Ditebas di Bangli, Nyoman Rai Dibuang ke Jurang Agar Tak Ditemukan 

Anak Korban Perlu Pendampingan

WARGA Desa Belandingan, Kintamani digegerkan dengan kasus pembunuhan Nyoman Rai.

Diketahui korban dibunuh oleh dua ponakannya.

Dan mirisnya anak Nyoman Rai yang masih berusia 2,5 tahun turut menyaksikan pembunuhan yang menewaskan ayahnya tersebut.

Terkait hal ini, Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan akan berkoordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Bangli.

“Karena kita berharap dari mereka ada pendampingan langsung buat anak. Dan tugas pendampingan langsung itu memang di UPTD PPA. Itu akan kita koordinasikan agar anaknya cepat dapat penanganan pemulihan psikologi. Dan jika perlu pendampingan agar didampingi oleh UPTD PPA Bangli,” jelasnya, Jumat 6 Januari 2023.

Nantinya anak tersebut akan mendapatkan konseling dan pendampingan dari pemerintah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anaknya.

Saat konseling akan hadir psikolog anak yang melihat kondisi anak dan karena usianya masih 2,5 tahun itu ada metode sendiri yang akan digunakan.

Untuk melihat psikologi anak akan dilakukan assement sebelum nanti ditindaklanjuti apakah anak cukup dengan konseling atau anak memerlukan obat.

“Kalau memang memerlukan obat, kita tunjuk psikiater agar anak dapat penanganan. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana kondisi psikologis anak dalam peristiwa ini karena anak juga menyaksikan, bagaimana treatment yang harus dilakukan,” imbuhnya.

Ia berharap semoga nantinya anak ini cepat dapat penanganan konseling psikologi dan pendampingan pada anak sehingga nanti anak bisa kembali ceria dan melanjutkan masa depannya dengan baik.

Anak ini, kata Yastini, jangan terlalu di-blowup di media karena nantinya akan ada jejak digital dan dia akan melihat.

Jadi Yastini menekankan bagaimana caranya dalam pemberitaan agar anak tersebut tidak ter-blowup.

Lalu ketika ditanyai apakah anak tersebut dapat bersaksi mengenai peristiwa tersebut di pengadilan, Yastini menyatakan, dalam sistem undang-undang peradilan saksi anak tidak dibatasi usia minimal.

“Jadi yang namanya anak saksi itu sebelum berumur 18 tahun. Yang harus diperhatikan kesiapan anak sendiri dalam menyampaikan kondisi dan kesiapan anak. Walaupun dalam mekanisme undang-undang tidak harus anak menyampaikan kesaksiannya dalam persidangan secara langsung, tapi dia bisa sampaikan secara elektronik yang didampingi oleh orangtua, tapi harus kembali melihat kondisi anak,” ujarnya.

Menurutnya, anak jangan dipaksakan menjadi saksi karena memang penyidik harus benar-benar mempersiapkan semua hal.

Dan jika memang dalam kondisi segala bukti tidak cukup sehingga harus dengan menyertakan keterangan anak, harus dipikirkan bagaimana metode yang baik agar anak tidak tertekan. Tidak ada batas usia anak yang bisa menjadi saksi dalam undang-undang.

“Sekarang kan harus dilihat bagaimana cara yang dilajukan oleh penyidik. Misalkan dengan psikolog, kemudian dijadikan keterangan anak. Karena anaknya kecil sekali, mungkin bicara pun belum begitu lancar. Lalu dengan metode lain mungkin anak tidak dihadirkan di muka persidangan, tapi anak didampingi oleh psikolog atau ibunya dengan cara yang santai dan nyaman agar anak tidak trauma,” katanya. (sar)

Kumpulan Artikel Bangli

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved