serba serbi
Besok Siwaratri, Momen Sadar dan Bangkit dari Keterpurukan Pandemi, Ini Penjelasan Dosen UNHI
Umat manusia diharapkan membangkitkan sinar itu dari kecil, menjadi besar dengan melakukan pemujaan terhadap Dewa Siwa.
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Raya Siwaratri, diadakan setiap Tilem Kapitu atau di Bali disebut menjelang Purwaning ke empat belas.
Pada saat gelap gulita itu, manusia akan melihat sinar seperti masuk ke teropong bintang pada dirinya.
Umat manusia diharapkan membangkitkan sinar itu dari kecil, menjadi besar dengan melakukan pemujaan terhadap Dewa Siwa.
Drs. Ida Bagus Suatama, M.Si menjelaskan, Siwaratri sendiri berasal dari kata Siwa yang memiliki tiga arti yaitu, bangkit, bijaksana, dan sejahtera.
Namun, pada waktu Siwaratri ini, penekanan makna Siwa itu sendiri merujuk kepada bangkit sehingga sinar dalam tubuh manusia semakin sadar.
Baca juga: Siwaratri, Jangan Lupa Jaga Kesucian Diri dan Berdoa Pada Dewa Siwa
Baca juga: Kisah Lubdaka pada Malam Siwaratri

“Manusia harus sadar, bahwa ia adalah taman atau percikkan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kata Siwa di sini sebagai pembangkit baik itu iman maupun imun manusia,” kata Drs. Ida Bagus Suatama, M.Si.
Dekan Fakultas Kesehatan Ayurweda UNHI ini, kemudian merincikan beberapa bentuk pelaksanaan Siwaratri.
Secara Bakti Yoga Marga, perayaan Siwaratri ini dapat dilakukan dengan pemujaan kepada Siwa Linga.
Seperti yang dilakukan di UNHI yang beralamat di Jalan Sanggalangit, Penatih, Denpasar Utara.
Pihak kampus melaksanakan persembahyangan bersama pada Jumat, 20 Januari 2023 yang terbagi menjadi tiga sesi.
Sesi pertama adalah pukul 19.00 WITA, sesi kedua yaitu tengah malam, dan sesi ketiga yaitu menjelang matahari terbit yang sekaligus mempralina Siwa Lingga tersebut.
Bagi yang ingin melaksanakan persembahyangan di rumah, bisa dengan melakukan pebantenan ke masing-masing merajan.
Adapun sarana prasarana (banten) yang diperlukan adalah minimal pejati, untuk memohon kepada Bhatara Siwa dan semua leluhur.

Banten pejati sebagai bentuk sungguh-sungguh, memuja Dewa Siwa agar diberikan anugerah kesadaran dan kebangkitan.
Dalam kesempatan ini, umat Hindu dapat memohon kepada Tuhan agar diberikan jalan untuk kehidupan yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
“Sebelumnya manusia telah dibelenggu oleh pandemi hampir tiga tahun lamanya.
Oleh karena itu, pada perayaan Siwaratri ini manusia dapat memohon kebangkitan dari pandemi yang saat ini juga masih dalam suasana tahun baru,” tambahnya.
Dari segi Jnana Marga, perayaan Siwaratri juga dapat dilakukan dengan berjapa menghaturkan mantra “Om Namah Shivaya” sebagai pembersih Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Umat juga dapat menyanyikan (mekidung) dengan melankolis dan halus nama Dewa Siwa.
Bisa juga yang menjalankan Siwaratri dengan menulis nama Dewa Siwa, menyuarakan nama Dewa Siwa dengan lantang, atau bergumam nama Dewa Siwa.
Atau bisa juga dengan teori Lubdaka, yaitu diam tanpa mengucapkan satu kata pun alias diam seribu bahasa seperti yang Lubdaka lakukan.
Dalam melaksanakan Siwaratri, begadang, puasa, diam seribu bahasa sebagai bentuk Brata yang wajib dilakukan manusia.
Namun, apabila umat tidak bisa memenuhi kewajiban tersebut, Drs. Suatama mengatakan hal tersebut tak perlu dilaksanakan.
“Itu brata namanya, tapi pelaksanaannya jangan sampai terpaksa, tapi, jangan sampai juga membuat manusia menjadi lemah dan terhanyut akan duniawi.
Makan seenaknya, minum seenaknya, apalagi minum-minuman keras, itu tidak boleh, dalam kondisi apapun itu dilarang,” tegas Drs. Suatama.
Pelaksanaan Siwaratri ini pun boleh dilakukan dilakukan bersama ataupun sendiri, tetapi jangan sampai ke tempat sepi dan membahayakan.
Kesimpulannya, Siwaratri kali ini diharapkan manusia dapat menjadi manusia yang sadar dan bangkit untuk lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Dan semua seluruh daerah, baik di Bali maupun di seluruh dunia dapat bangkit dari keterpurukan pandemi yang sudah berlalu. (*)
Siwaratri
UNHI
keterpurukan
dosen
Dewa Siwa
Ida Bagus Suatama
Fakultas Kesehatan Ayurweda
Siwa Lingga
Bhatara Siwa
leluhur
Lubdaka
TIDAK Boleh Keramas & Malukat, Tepat Purnama Wuku Wayang & Disebut Dina Gamya, Simak Penjelasannya! |
![]() |
---|
BAHAYA Kelahiran Wuku Wayang, Ruwatan Tumpek Wayang Bantu Terhindar Dari Sifat Bhuta Kala! |
![]() |
---|
TUMPEK Wayang & Kajeng Kliwon Uwudan 22 Juni 2024, Jangan Lupa Siapkan Pandan Berduri! Ini Maknanya |
![]() |
---|
ROH Tumimbal Kaitan Dengan Leluhur yang Akan Bereinkarnasi Kembali, Ini Maknanya Dalam Agama Hindu |
![]() |
---|
Arti Melik, Disenangi Bhatara, Bisa Terkena Musibah, Bagaimana Cara Menetralkannya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.