Berita Bali
Gunung di Bali Dijadikan Tempat Suci, Ketua PHDI Bali: Gunung Memiliki Makna yang Sakral
Gubernur Bali Wayan Koster merancang perlindungan kawasan suci melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali tahun 2023-2043.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster merancang perlindungan kawasan suci melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali tahun 2023-2043.
Hal tersebut dibahas dalam rapat paripurna penetapan Ranperda RTRW Provinsi Bali tahun 2023-2043 pada Senin 30 Januari 2023.
Regulasi ini dibuat menyikapi fenomena wisatawan yang melanggar batas kesucian di kawasan gunung, danau maupun pura.
Baca juga: Tidak Kapok! Tukang Las Panggilan Kembali Diciduk Polresta Denpasar Saat Transaksi Ganja di Kuta
Terkait dengan hal tersebut, Ketua PHDI Provinsi Bali Nyoman Kenak mengaku menyambut baik hal tersebut.
“Sebelumnya sudah ada RTRW kawasan suci yang mengatur itu. Secara praktik, kawasan itu juga sudah disucikan oleh umat dengan menggelar berbagai upacara. Dan hadirnya regulasi ini, tentu memperkuat perlindungan kesucian kawasan itu," kata Kenak saat diwawancarai Selasa 31 Januari 2023.
Ia mengatakan dalam Perda No. 3 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Wilayah Bali, tentang Kawasan Suci diatur pada pasal 44 Ayat (2):(2) Kawasan Suci, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: a. Kawasan Suci gunung; b. Kawasan Suci danau; c. Kawasan Suci campuhan; d. Kawasan Suci pantai; e. Kawasan Suci laut; dan f. Kawasan Suci mata air.
Baca juga: Tak Lagi Jadi Destinasi Wisata, Gunung-Gunung di Bali Akan Dijadikan Tempat Suci
Dalam keyakinan umat Hindu di Bali, menurutnya gunung memiliki makna yang sangat sakral.
Antara lain dalam rangka upacara Manusa Yadnya, Dewa Yadnya, maupun Rsi Yadnya.
“Pengaturan dengan Perda disertai implementasi, pengawasan serta penegakan hukum semakin penting untuk perlindungan kawasan suci ini. Karena dengan perkembangan yang semakin pesat, kehadiran investasi yang tertarik mengeksploitasi lahan yang di dalamnya ada kawasan suci, mesti dilakukan pengawasan dan penegakan hukum yang serius,” imbuh Kenak.
Baca juga: Penculik Bocah di Gunung Sahari Dijerat Pasal Berlapis, Iwan Sumarno Terancam 15 Tahun Penjara
Secara filosofis, memperlakukan gunung, hutan, danau, sungai, laut, alam semesta, dalam Sat Kertih, sudah menjadi warisan yang dilaksanakan oleh para leluhur.
Konsep-konsep lainnya dalam agama dan budaya Hindu, seperti salah satunya dalam upacara mamukur yang merupakan rangkaian dari upacara ngaben menurutnya ada tahap Nyegara Gunung.
"Gunung itu bahkan disebut Bhatara. Ini harus dijaga kesuciannya dengan baik. Karena kita sadari, ketika pariwisata berkembang, aktifitas wisata di Gunung adalah risiko. Sekarang bergantung komitmen kita untuk itu," terangnya.
Baca juga: Stimulus Industri Pariwisata, Pemkot Denpasar Berikan Sertifikasi Gratis Kepada 290 Pekerja
Beberapa kawasan suci yang diatur dalam Perda Bali RTRW 2023-2043 adalah kawasan suci gunung mencakup dari lereng menuju puncak gunung, Kawasan suci Danau Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan.
Kenak menambahkan, untuk menjaga kesucian Bali harus dilakukan dengan keseimbangan.
Dalam perspektif Bali disebut sekala dan niskala, dalam hal ini menyangkut regulasi dan ritual.
"Itu ada Dalam teks Atharwa Veda XII, disebutkan Satyam Brhad Rtam Ugram Diksa Tapo Brahma Yadnya Prtivim Dharayanti. Semua upaya penyucian itu harus didasari dengan upacara dan aturan yang berlaku," sebut Kenak.
"Keseimbangan ini yang menjaga Taksu bali, sejengkal tanah Bali itu harus dijaga kesuciannya. Jangan karena pariwisata, nanti kesucian tempat-tempat suci kita di Bali kebablasan," imbuhnya. (*)
Berita lainnya di Berita Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.