Berita Bangli
45 Siswa SMP Di Bangli Putus Sekolah Selama Tahun 2022
Jumlah siswa putus sekolah di Bangli pada jenjang SMP mengalami kenaikan. Jika dibandingkan antara tahun 2021 dengan 2022
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Jumlah siswa putus sekolah di Bangli pada jenjang SMP mengalami kenaikan. Jika dibandingkan antara tahun 2021 dengan 2022, kenaikan siswa putus sekolah mencapai 26 anak.
Kepala Bidang Pembidaan Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikpora Bangli, I Wayan Gede Wirajaya menyebutkan, sesuai data tahun 2021 jumlah siswa putus sekolah jenjang SMP tercatat sebanyak 19 anak. 6 diantaranya laki-laki, dan 13 sisanya perempuan.
"Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2022, yakni 45 anak. 25 diantaranya merupakan laki-laki, dan 20 merupakan perempuan," sebutnya (3/2/2023).
Jika dilihat dari lokasinya, lanjut Wirajaya, sesuai data siswa putus sekolah cenderung menyebar di tiga kecamatan. Yakni Bangli, Kintamani, dan Tembuku. Hanya saja, jumlah terbanyak berada di Kecamatan Kintamani. "Untuk di tahun 2022, dari total 45 siswa putus sekolah 37 diantaranya berada di Kecamatan Kintamani," imbuhnya.
Lantas mengenai alasan siswa putus sekolah sebelum lulus wajib belajar 9 tahun, Wirajaya mengatakan sesuai hasil koordinasinya dengan beberapa sekolah, alasan siswa tidak melanjutkan pendidikannya tergolong beragam. Rata-rata karena sudah tidak ada niat sekolah dan adapula yang sudah bekerja.
Misalnya seperti siswa dari SMPN 5 Kintamani, imbuhnya, mereka beralasan sudah tidak ada niat untuk bersekolah. Diketahui pada tahun 2021 ada satu siswa di SMPN 5 Kintamani yang putus sekolah, dan tahun 2022 ada dua siswa.
Begitupun dengan di SMPN 2 Tembuku. Dari tiga siswa yang putus sekolah, satu siswa berasalan tidak ada niat sekolah, dan dua siswa sudah bekerja bersama orang tuanya. "Sedangkan di SMPN 3 Kintamani, satu siswa perempuan tidak lanjut sekolah karena sakit menahun. Sedangkan satu siswa laki-laki alasannya karena kerja di Denpasar," sebut dia.
Mantan Kepala Sekolah SMPN 7 Kintamani ini menegaskan, pihaknya di Dinas Pendidikan telah berupaya menekan angka putus sekolah, dengan menyediakan beasiswa. Hanya saja siswa yang putus sekolah bukan karena faktor ekonomi.
Begitupun dengan sekolah yang juga sudah melakukan berbagai upaya, untuk menekan angka putus sekolah. Mulai dari pemanggilan orang tua dan home visit, sampai melibatkan komite sekolah yang berasal dari lingkungan siswa tersebut. "Hanya saja hasilnya nihil, siswa tetap tidak mau sekolah. Kami pun tidak bisa memaksa," ujarnya.
Selain siswa SMP, data siswa putus sekolah juga terdapat di jenjang pendidikan SD. Hanya saja jumlahnya lebih sedikit dan cendrung menurun dari tahun sebelumnya.
"Di tahun 2021 jumlah siswa putus sekolah jenjang SD sebanyak 5 anak, sedangkan di tahun 2022 jumlahnya menurun jadi 3 anak. Tentunya kami selalu berupaya melakukan berbagai upaya pendekatan, seperti home visit kepada orang tua dan siswa untuk menekan angka putus sekolah ini," tandasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.