Berita Jembrana
Seorang ASN di Jembrana Meninggal Dunia, Sebelum Meninggal Sempat Tunjukan Ciri Mengarah ke Rabies
Seorang warga Banjar Anyar Tengah, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, baLI, meninggal dunia, Senin 13 Februari 2023 pagi.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Seorang warga Banjar Anyar Tengah, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, baLI, meninggal dunia, Senin 13 Februari 2023 pagi.
Sebelum meninggal dunia, ia dikabarkan sempat digigit anjing pada pelipis di bulan Januari lalu.
Sedangkan, hewan penular rabies (HPR) tersebut mati beberapa hari setelah sempat mengigit warga tersebut.
Baca juga: Jembrana Catat 13 Kasus Anjing Positif Rabies, Kecamatan Mendoyo Nihil Kasus
Pihak Keswan-Kesmavet serta Dinas Kesehatan Jembrana kini tengah melakukan investigasi terkait kasus tersebut.
Dan hasil investigas yang dilakukan Dinas Kesehatan Jembrana, korban disebutkan sempat memunculkan ciri spesifik ataU mengarah ke rabies, yakni mulut mengeluarkan air berlebih serta muntah-muntah sebelum meninggal dunia.
Korban didiagnosis menderita enchepalitis atau radang otak.
Menurut informasi yang diperoleh, HPR atau anjing tersebut awalnya sempat dititip di wilayah Desa Pohsanten.
Baca juga: Bocah 2 Tahun Diserang Anjing Liar yang Positif Rabies di Jembrana Bali, Simak Beritanya
Selanjutnya, ketika pemilik yang merupakan keponakan korban datang dari Denpasar, anjing tersebut dibawa ke rumahnya di Banjar Anyar Tengah, Penyaringan.
Setelah beberapa waktu dipelihara, paman pemilik anjing yang merupakan suami korban ini sempat melihat anjing milik keponakannya tersebut berkelahi dengan anjing liar di sekitar rumahnya.
Mengingat pemilik anjing dengan korban rumahnya masih dalam satu pekarangan.
Kemudian, beberapa hari setelah kejadian tersebut, anjing tersebut disebutkan sudah menunjukkan perubahan perilaku.
Baca juga: Pararem Rabies Ditargetkan Rampung Setelah Nyepi
Tak lama kemudian atau pada bulan Januari 2023 lalu, korban suspek rabies bernama Ni Ketut Catur Setya Dewi (36) tersebut sempat menggendong HPR tersebut.
Namun, anjing tersebut justru menyerangnya dan menggigit pada pelipis mata korban yang merupakan tingkat gigitan risiko tinggi.
Tak disangka, beberapa hari kemudian setelah menggigit, HPR (anjing) tersebut justru mati.
Namun pihak korban belum sempat melapor ke faskes setempat dan belum mendapat penanganan baik VAR maupun SAR.
Baca juga: 194 Gigitan HPR di Awal 2023, Jembrana Catat 7 Kasus Positif Rabies
Kepala Dinas Pertanian Jembrana, I Wayan Sutama mengatakan, pasca menerima informasi tersebut pihaknya telah menerjunkan tim Keswan-Kesmavet untuk melakukan investigasi.
Dari kegiatan tersebut, memang ada informasi bahwa warga yang merupakan ASN tersebut sempat digigit anjing pada pelipis dekat matanya.
"Dari pengecekan tim di lapangan, korban ini memang sempat menerima gigitan pada areal wajah, yakni pelipisnya," ungkap Sutama saat dikonfirmasi, Senin 13 Februari 2023.
Baca juga: 7 Orang Meninggal Suspek Rabies Sejak 2010 di Jembrana, Dinkes Tegaskan Jangan Abaikan Gigitan HPR
Dia melanjutkan, mengingat peristiwa tersebut sudah terjadi pada bulan Januari lalu, HPR atau anjing yang menggigit tak bisa dilakukan identitikasi.
"Tidak diketahui hasilnya apakah positif atau tidak. Karena tidak ada pemeriksaan, kejadiannya sudah sebulan yang lalu," jelasnya.
Dengan kejadian ini, kata dia, pihaknya akan memfokuskan pelaksanaan vaksinasi rabies massal di wilayah Desa Penyaringan.
Apalagi desa Penyaringan ini merupakan salah satu zona merah rabies pada tahun lalu.
Pelaksanaan vaksinasi akan tetap berkoordinasi dengan pihak desa, babinsa hingga bhabinkamtibmas setempat.
"Total capaian vaksinasi rabies kita saat ini sudah di 11 persen dari target 80 persen. Kami harap itu bisa segera terwujud," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jembrana, dr Made Dwipayana mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan rumah sakit swasta yang sempat merawat korban.
Hasilnya, korban didiagnosa menderita enchepalitis atau radang otak. Sejatinya, sejak awal korban ini tidak ada gejala yang mengarah ke rabies, tapi hari ketiga muncul gejala radang otak.
"Setelah meninggal, tim dari Puskesmas menelusuri apakah ada riwayat gigitan. Dan ternyata ada bulan Januari. Tapi, pasien tidak pernah ke faskes setelah digigit di areal wajah karena berisiko tinggi," ungkapnya.
Menurutnya, korban tidak melapor kemungkinan karena merasa tidak akan terjadi apa-apa. Apalagi, korban disebutkan sempat menggendong anjing milik keponakannya tersebut.
"Kami harap masyarakat tetap waspada. Ketika menderita gigitan HPR agar dilakukan penanganan yang tepat," tandasnya.
Terpisah, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jembrana, I Gede Ambara Putra mengungkapkan, pihaknya juga telah melakukan investigasi terkait kasus tersebut.
"Sudah investigasi, memang informasi awal warga tersebut sempat digigit HPR," katanya.
Dia mengungkapkan, pascagigitan tersebut korban tidak sempat melapor dan tidak datang ke faskes setempat untuk mendapatkan penanganan medis.
Hingga akhirnya, Sabtu 11 Februari kemarin, korban dirawat ke salah satu rumah sakit swasta di Jembrana.
Di rumah sakit, korban sempat memunculkan beberapa gejala. Seperti sakit kepala, sempat muntah-muntah, serta mulutnya sempat mengeluarkan air.
"Sejak hari Sabtu dirawat di rumah sakit, tapi sebelum meninggal sempat menunjukan gejala gejala seperti mulut korban mengeluarkan air," ungkapnya.
Dia mengingatkan, dengan kejadian atau kasus pertama di 2023 ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat seluruhnya.
Bahwa, gigitan HPR sangat sensitif dan perlu penanganan yang tepat agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
Hal itu juga harus didukung dengan penanganan pada hewan yakni vaksinasi rabies massal di seluruh wilayah rawan atau berpotensi penularan rabies.
"Korban juga termasuk menderita gigitan berisiko tinggi. Seharusnya jika melapor minimal mendapat VAR, dan jika positif harus diberikan SAR," tandasnya.
Menunggu Konfirmasi Pihak Rumah Sakit
Perbekel Desa Penyaringan I Made Dresta juga membenarkan bawah salah satu warganya yang merupakan seorang ASN meninggal dunia.
Korban disebutkan sempat digigit anjing milik keponakannya sendiri karena mereka tinggal dalam satu pekarangan (halaman).
Dari informasi, korban saat itu digigit pada bagian wajah yakni pelipis. Kemungkinan karena merasa tidak ada luka parah, sehingga tidak memeriksa diri dan mendapat penanganan medis.
"Informasinya para keluarganya di rumah tidak ada yang tau bahwa yang bersangkutan sempat digigit anjing. Sehingga karena tidak kenapa sehingga tak melapor dan tidak mendapat penanganan medis," katanya.
"Tapi untuk informasi suspek rabies atau sebagianya, kita masih menunggu kepastiannya dari pihak kesehatan," tandasnya. (*)
Berita lainnya di Berita Jembrana
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.