Human Interest Story

Kisah Nuryasta, Berjualan Es Tuak Loloh Sejak 1973 di Bali, Resep dari Leluhur, Tidak Bikin Mabuk

Kisah penjual es tuak loloh Ketut Nuryasta atau akrab disapa Jero Mangku Siman di Buleleng

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Ketut Nuryasta menunjukan es tuak loloh miliknya, Minggu 19 Maret 2023. Es tuak ini sudah ia jual sejak 1973 - Kisah Nuryasta, Berjualan Es Tuak Loloh Sejak 1973 di Bali, Resep dari Leluhur, Tidak Bikin Mabuk 

Dijelaskan Nuryasta, es tuak yang dijual merupakan nira dari pohon ental (lontar) yang diambil dari kebunnya sendiri.

Sementara lolohnya terbuat dari setengah kilogram daun kayu manis dan daun belimbing yang ditumbuk halus, lalu dicampur dengan tiga liter air.

Tuak loloh tersebut dijual di dalam jeriken isi 30 liter.

Sebagai ciri khasnya, jeriken ditutup dengan menggunakan beberapa ikat daun kesambi.

Daun itu berfungsi untuk mencegah terjadi ledakan akibat tuak yang menguap.

"Es tuak ini tidak bikin mabuk, karena belum ada kadar alkoholnya. Makanya hanya bertahan satu hari saja. Nira dari pohon ental saya ambil di kebun jam empat pagi, kemudian mulai berjualan dari pukul tujuh pagi sudah jam enam sore. Astungkara selalu habis. Kalau tidak habis ya tidak bisa dipakai lagi karena rasa tuaknya berubah jadi asam dan mulai ada alkoholnya," terangnya.

Mencampurkan tuak manis dengan loloh dikatakan Nuryasta merupakan resep dari leluhurnya.

Minumam tersebut diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit mulai dari mengatasi sembelit, diabetes, hingga menghaluskan kulit.

"Takarannya setengah gelas tuak manis, setengah gelas lagi loloh. Ada beberapa pembeli yang ingin tuak manis saja, ada juga yang minta dicampur dengan loloh," terangnya.

Segelas es tuak loloh ini dijual Nuryasta dengan harga murah, kisaran Rp 3 ribu hingga Rp 4 ribu.

Bila cuaca sedang terik, 100 hingga 150 gelas pun habis terjual.

Omset yang didapatkan oleh pria murah senyum ini mencapai Rp 450 ribu per hari.

"Selalu ramai pembelinya, karena tuakmya murni. Tidak dicampur dengan gula," tandasnya.

Sementara salah satu pembeli Kadek Yoga Sariada (25) mengaku sering membeli es tuak manis sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Namun pria asal Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini mengaku membeli es tuak hanya untuk menghilangkan dahaga.

"Saya tidak melihat ada khasiat didalam minumannya. Saya beli untuk menghilangkan dahaga saja. Rasanya manis, sepetnya ada asam yang khas dari daun belimbingnya," ucapnya. (ratu ayu astir desiani)

Kumpulan Artikel Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved