Berita Bali

Wisatawan Nakal karena Orang Lokal, Simak Penjelasan Gus Mananda Tentang Penyebabnya

Budaya yang dimaksud tidak hanya berupa tradisi saja, melainkan budaya lainnya seperti makanan, minuman, kegiatan sehari-hari, cara berbicara.

Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Istimewa
Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par selaku pengamat pariwisata alasan perilaku menyimpang wisatawan karena melihat orang lokal 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dewasa ini para wisatawan asing, marak melakukan perilaku-perilaku yang kurang berkenan.

Siapa sangka, perilaku daripada wisatawan yang menyimpang itu melihat daripada perilaku masyarakat sekitar.

Hal itu dijelaskan oleh Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par selaku pengamat pariwisata.

Baca juga: Kampung Gay di Bali, Kisah Gus Mananda Sempat Kaget dan Trauma Datang ke Sana, Begini Ceritanya!

Baca juga: Meski Miliki KTP, KPU Bali Pastikan WNA Tak Punya Hak Pilih saat Pemilu di Indonesia

Dewasa ini para wisatawan asing, marak melakukan perilaku-perilaku yang kurang berkenan.

Siapa sangka, perilaku daripada wisatawan yang menyimpang itu melihat daripada perilaku masyarakat sekitar.

Hal itu dijelaskan oleh Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par selaku pengamat pariwisata.
Dewasa ini para wisatawan asing, marak melakukan perilaku-perilaku yang kurang berkenan. Siapa sangka, perilaku daripada wisatawan yang menyimpang itu melihat daripada perilaku masyarakat sekitar. Hal itu dijelaskan oleh Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par selaku pengamat pariwisata. (Istimewa)

“Sebagai contoh walaupun rumah kita itu di kampung, kalau memang kita harus menggunakan helm, ya harus gunakan.

Karena apapun yang kita lakukan akan ditiru oleh mereka, dan dianggap sebagai suatu pembenaran,” kata Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par.

Gus Mananda selaku dosen di Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, mengatakan para wisatawan datang ke Indonesia untuk belajar tentang budaya.

Budaya yang dimaksud tidak hanya berupa tradisi saja, melainkan budaya lainnya seperti makanan, minuman, kegiatan sehari-hari, cara berbicara, dan lain sebagainya.

Mereka akan belajar banyak hal yang melekat dengan orang lokal itu sendiri.

Ia sendiri pernah mengalaminya hal itu dalam bidang kedisiplinan waktu.

Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par selaku pengamat, pelaku, dan praktisi pariwisata bercerita tentang pengalamannya mengantar tamu ke kampung gay yang membuat dia kaget dan trauma.
Dr. I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, S.ST.Par., M.M., M.Par selaku pengamat, pelaku, dan praktisi pariwisata bercerita tentang pengalamannya mengantar tamu ke kampung gay yang membuat dia kaget dan trauma. (Istimewa)

“Dulu di tempat kerja saya mayoritas orang Bali banyak yang terlambat dan itu menular kepada orang Jerman.

Awalnya ia bertanya kenapa orang Bali sering terlambat, dan lambat laun dia juga ikut sering terlambat, bahkan lebih parah,” ujarnya.

Artinya sudah jelas para wisatawan ini mencontohi warga lokal, sehingga untuk mengubahnya maka harus dilakukan dari diri sendiri.

Kemudian dari sisi pengambilan peran warga lokal yang juga sering dikeluhkan saat ini, Gus Mananda menuturkan hal itu dikarenakan kemampuan orang lokal untuk melihat peluang sangat rendah.

Berbeda dengan para wisatawan yang saat melihat peluang, dia memanfaatkan dengan maksimal karena dia merasa bahwa peluang ini tidak bisa digarap oleh orang lokal.

Mereka merasa mampu untuk menggarap peluang itu sehingga diambilah peluangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved