Liputan Khusus
Kisah Pernikahan Dini di Bali pada Tahun-tahun Awal, Perlu Kematangan Mental dan Pemenuhan Finansial
Jumlah pernikahan dini yang terjadi di tengah masyarakat, menurutnya, faktor utamanya dari pergaulan bebas atau edukasi dari keluarga yang kurang
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Andai saja waktu bisa diulang kembali, mungkin Ni Putu S dan I Kadek W tak akan kembali menyia-siakan masa mudanya.
Kenakalan remaja yang mereka lakukan mengantarkannya pada pernikahan dini yang harus mereka jalani saat sama-sama masih berusia 17 tahun.
Pernikahan tersebut terjadi karena Ni Putu S telah hamil. Hal ini membuat mereka mau tidak mau harus putus sekolah saat masih duduk di bangku kelas 3 SMA.
“Waktu itu memang S ini sedang hamil. Mau tidak mau saya harus menikahi dan bertanggungjawab. Dan kami terpaksa harus putus sekolah saat itu,” kata I Kadek W, kemarin.
Baca juga: Meski Terang-Terangan Diselingkuhi, Ini Alasan Inara Rusli Pertahankan Pernikahan dengan Virgoun
Latarbelakang keluarga Kadek W yang bukan orang mampu, tentunya membuat pernikahan dini yang dialami Kadek W dan Ni Putu S semakin berat.
Tak hanya putus sekolah, ia juga harus bertanggungjawab atas kehamilan Ni Putu S.
Pahitnya kehidupan dimulai saat mereka menikah berbarengan dengan pandemi Covid-19.
“Saat menikah saya bergantung pada kakak saya yang bekerja. Namun karena pandemi, kakak saya dirumahkan dari tempatnya bekerja. Di sana saya belum bekerja dan istri sedang hamil,” imbuhnya.
Akibatnya, Kadek dan istrinya sering cekcok karena kurangnya tercukupi kebutuhan finansial mereka.
Pertengkaran yang terjadi hampir setiap hari, membuat rumah tangga mereka hampir pupus.
Terlebih belum ada kesiapan untuk menjalani bahtera rumah tangga.
Mental Kadek yang belum matang untuk menjadi kepala rumah tangga membuat setahun pertama di pernikahan mereka hanya diisi dengan keributan.
Dan masa tersebut merupakan kondisi yang sangat tersulit dalam hidup keduanya.
Setelah mencoba perlahan menjalani kehidupan berumahtangga, akhirnya Kadek W bekerja di Pelabuhan Kusamba, Klungkung.
“Ya, setidaknya ada penghasilan sekarang, walaupun cuma cukup untuk membeli kebutuhan pokok,” ujarnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.