Liputan Khusus

Kisah Pernikahan Dini di Bali pada Tahun-tahun Awal, Perlu Kematangan Mental dan Pemenuhan Finansial

Jumlah pernikahan dini yang terjadi di tengah masyarakat, menurutnya, faktor utamanya dari pergaulan bebas atau edukasi dari keluarga yang kurang

freepik
Ilustrasi menikah - Kisah Pernikahan Dini di Bali pada Tahun-tahun Awal, Perlu Kematangan Mental dan Pemenuhan Finansial 

Ia pun mengingatkan pada remaja-remaja di luar sana agar menikah pada umur yang cukup, terlebih jika berasal dari keluarga yang ekonominya kurang mampu.

Karena menikah di waktu dan umur yang tidak tepat akan menambah masalah dalam hidup saja.

Karena saat menikah umurnya masih tergolong anak-anak dan belum masuk dalam kategori umur di Undang-undang Perkawinan yakni 19 tahun, Kadek W dan Ni Putu S hanya melakukan perkawinan secara adat saja.

Lalu mereka melakukan pengesahan pernikahan di Dinas saat usia mereka sudah cukup sesuai Undang-undang.

Sementara itu, kasus pernikahan dini tak mengenal tempat, hal ini bisa saja terjadi baik perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di Bali.

Salah satu wilayah yang ditengarai terjadi pernikahan dini adalah di Desa Les, Tejakula, Kabupaten Buleleng.

Ketika dikonfirmasi, Gede Adi Wistara selaku Perbekel Desa Les, Tejakula, Buleleng mengatakan, ketika terjadi pernikahan dini di Desanya, dari Dinas tidak menerima hal tersebut.

“Sejak saya menjabat, pernikahan di bawah umur kita tidak menerima di dinas terkait dengan regulasi. Kan sudah jelas di UUD tidak bisa kita menikahkan orang di bawah umur. Tetapi kan di Bali ini ada saja, itu kita tidak memungkiri. Dan ketika si anak hamil dinikahkan, Desa Adat bisa menikahkan dan menghadiri upacara pernikahan tersebut,” jelas Adi.

Dia mengatakan, ketika terjadi pernikahan dini, ia selaku Perangkat Dinas Desa tidak bisa menandatangani surat pernikahan dan hanya dapat menyaksikan pernikahan tersebut.

Namun, kata Adi, legalitas itulah yang kadang-kadang bertentangan di masyarakat.

“Adat mau menikahkan, sedangkan kami di dinas tetap pada regulasi karena kalau di bawah umur 19 tahun untuk menikah harus ada dispensasi pernikahan dari pengadilan. Kalau kami sarankan seperti itu,” imbuhnya.

Menurutnya, pernikahan dini bisa saja juga terjadi di desa lain, bukan di Desa Les saja.

Dan ketika pernikahan dini sebenarnya sangat tidak sesuai dengan regulasi, namun tetap dilakukan dengan alasan tertentu akan berdampak pada pasangan tersebut tidak memiliki data administrasi.

Sementara mengenai jumlah pernikahan dini di Desa Les setahun terakhir, Adi mengatakan, tak memiliki data spesifik karena pihaknya di dinas tidak mencatat perkawinan di bawah umur dan sudah pasti tidak bisa memperoleh akta perkawinan sehingga kedinasan tidak bisa mencatat.

“Kalau informasi misalkan kadus (kepala dusun) diundang menjadi saksi pernikahan, per tahun rata-rata 5 orang. Kalau dari tahun ke tahun itu ada tren tersendiri kadang-kadang mungkin biasanya terjadi di dusun-dusun agak pinggir Desa Les,” paparnya.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved