Berita Buleleng

Kuburan Massal 600 Ekor Babi di Buleleng, Kematian di Perusahan Ternak Sejak April Lalu

Made Suparma mengatakan, berdasarkan laporan dari pemerintah desa, ada 600 ekor babi milik perusahaan itu yang mati

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Dok. Tribun Bali
Ilustrasi babi - Kuburan Massal 600 Ekor Babi di Buleleng, Kematian di Perusahan Ternak Sejak April Lalu 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Ratusan babi di Buleleng mati misterius.

Dinas Pertanian berkoordinasi dengan Balai Besar Veteriner Denpasar agar menyelidiki penyebab kematian babi di perusahaan ternak di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Bali, ini terungkap.

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Buleleng, Made Suparma mengatakan, berdasarkan laporan dari pemerintah desa, ada 600 ekor babi milik perusahaan itu yang mati dalam kurun waktu sejak pertengahan April lalu.

Suparma mengatakan, kasus kematian ratusan babi ini belum dilaporkan langsung oleh pihak perusahaan.

Baca juga: Antisipasi Meningitis Babi, RSUD Buleleng Siapkan Ruang Perawatan hingga Dokter

Area sekitar kandang juga menjadi kuburan massal bangkai babi.

Informasi yang ia dapat, babi di perusahaan itu bahkan sudah habis.

"Kami hanya berkoordinasi dengan Perbekel Bila, babi di perusahaan itu katanya sudah habis. Kami tidak berani langsung ke kandang untuk mengecek karena takut tertular. Kami juga tidak bisa mengambil sampel karena bangkainya sudah dikubur, pasti kondisinya sudah rusak," jelas Suparma, Rabu 3 Mei 2023.

Suparma menduga kematian babi ini disebabkan oleh virus.

Namun ia tak berani memastikan virus jenis apa yang menyerang.

Dalam waktu dekat, ia pun akan bersurat ke Balai Besar Veteriner Denpasar, untuk melakukan cek sampel terhadap beberapa ternak babi milik warga yang ada di Desa Bila.

"Milik warga juga ada beberapa yang mati. Tapi jumlahnya belum tahu berapa, kami masih fokus di perusahaan. Jadi kami akan ambil sampel darah babi milik warga sekitar biar tahu penyebabnya apa," demikian katanya.

Kasus yang belakangan terjadi adalah Streptococcus Suis (MSS) atau meningitis babi.

Suparma menjelaskan, meningitis babi hanya dapat dideteksi dari manusia yang terpapar bakteri tersebut akibat mengonsumsi daging babi mentah.

"Kalau ada pasien yang terpapar, baru kami bisa menelusuri dia beli babi dimana sehingga bisa dicek sampel. Babi yang terpapar bakteri MSS bisa jadi menyebabkan kematian kepada babi, tapi gejalanya tidak bisa dikenali," demikian jelas dia.

Selain di Desa Bila, Suparma mengungkapkan, beberapa waktu lalu pihaknya menerima laporan ada delapan ekor babi di Desa Munduk Bestala, Kecamatan Seririt yang mati.

Namun setelah dicek, babi tersebut mati karena diare.

Atas adanya kejadian ini, Suparma mengimbau kepada masyarakat dan peternak babi untuk menjaga kebersihan kandang, seperti melakukan penyemprotan desinfektan.

Ia menyarankan agar tidak membeli babi dari luar untuk sementara.

"Ini musim pancaroba jadi perhatikan sanitasi kandang, disemprot dengan desinfektan, sisa makanan juga dibersihkan karena itu bisa menimbulkan jamur. Kalau bisa jangan beli babi dari daerah luar dulu," tandasnya.

Beberapa tahun lalu, banyak babi di Bali mati karena virus. Meski belum ada pernyataan resmi dari otoritas terkait jenis virus, namun kuat dugaan terkena African Swine Fever (ASF).

Virus ini menyerang babi dari semua ras dan semua umur.

Penyakit ini dinamai demam Afrika karena pertama kali terjadi di Kenya, Afrika Timur pada tahun 1921. (rtu)

Dapat Bocoran dari Pekerja

Perbekel Desa Bila, Ketut Citarja Yudiarda mengatakan, babi di perusahaan itu mati secara bertahap.

Ia menduga jumlahnya mencapai ribuan.

Laporan ini ia dapat dari pekerja di perusahaan itu, bukan dari manajemen.

Yudiarda mengimbau perusahaan mengkaji ulang tata kelola limbah.

Kematian babi dalam jumlah banyak juga sempat menimpa perusahaan ini pada 2020 lalu.

"Boleh dikata semua babi di perusahaan itu mati. Menurut kami tata cara memasukkan bibitnya kurang pas, bibit mungkin dibeli dari daerah lain sehingga cepat menular ke babi yang lain. Kami minta juga kepada perusahaan agar setiap ada kejadian agar diinformasikan ke kami supaya cepat diantisipasi. Kami tidak tahu apakah ini karena virus ASF atau karena apa," tandasnya. (rtu)

Kumpulan Artikel Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved