Berita Bali
Bali Tak Perlu Beras Impor! Kepala Distan Sebut Stok 18 Ribu Ton Masih Cukup
Stok beras di Bali masih tersedia 18 ribu ton dan gabah di petani sebanyak 7 ribu ton. Karena itu, Bali dianggap tidak memerlukan pasokan beras dari i
TRIBUN-BALI.COM - Stok beras di Bali masih tersedia 18 ribu ton dan gabah di petani sebanyak 7 ribu ton. Karena itu, Bali dianggap tidak memerlukan pasokan beras dari impor.
Seperti diketahui, Gubernur Provinsi Bali, I Wayan Koster secara tegas meminta regulasi-regulasi impor dirombak agar lebih mendukung produksi dalam negeri, terutama impor beras, garam dan lain sebagainya.
"Sebagai negara agraris tidak semestinya kita mengimpor beras, garam, bawang putih. Dan regulasi semuanya yang berkaitan dengan impor, regulasi yang ramah impor menurut saya harus dirombak radikal agar pro rakyat dan pro daerah di Indonesia," ungkap Koster saat memberikan sambutan dalam pembukaan Musrenbangnas Penyusunan RPJPN 2025-2045, di BNDCC, Nusa Dua, Badung, Senin (22/5).
Baca juga: Kadistan Bali Ungkap Stok Beras Bali Ada 18 Ribu Ton, Masih Cukupi Kebutuhan dan Tak Perlu Impor
Baca juga: Akan Ada Impor Beras Hingga 10 Ribu Ton ke Bali, Gubernur Koster: Saya Tidak Setuju
Menurutnya, beras lokal kita lebih mahal sehingga tidak laku, dan Bulog menerapkan Peraturan Pemerintah untuk membeli beras dengan harga pembelian pemerintah (HPP) dan dibelinya di bawah HPP tidak berani membeli beras di atas HPP.
"Beras lokal kita di atas HPP tidak laku jadinya. Tempo hari saya diskusi dengan Bulog Bali mau bawa beras 5.000 sampai 10.000 ton ke Bali, saya tanya beras dari mana. Beras impor, sori pak saya tidak setuju bawa beras impor ke Bali," ungkap Gubernur Koster.
Koster menambahkan bahwa Bali ini surplus beras masa surplus kita mau impor, kalau Bulog mau beli belilah berasnya dari petani kita. Jangan beli beras dari Vietnam.
“Stok untuk Bali ada sekitar 18 ribu ton itu beras produksi Bali bukan dari luar. Disamping itu juga kita masih punya gabah sekitar 7 ribu ton gabah kita masih ada akan digiling secara bertahap oleh petani,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, Selasa (23/5).
Sunada mengatakan, ia tidak memantau beras dari luar Bali karena, menurutnya, yang terpenting kondisi beras produksi Bali masih aman ketersediannya. Menurutnya, stok beras 18 ribu ton masih cukup untuk masyarakat tanpa mendatangkan beras dari luar Bali.
“Produksi dari petani aman. Kita juga ada beberapa kabupaten kita panen setiap bulan. Kita ada panen untuk stok. Harga beras standar sekarang dari hari ke hari tetap yang premium, medium, tetap itu paling geser-geser Rp 100 itu biasa karena transportasi,” imbuhnya.
Rata-rata harga beras saat ini untuk premium Rp 13 ribu dan medium Rp 12 ribu. Menurut Sunada, harga tersebut sesuai dengan standar. Terkait rencana impor beras, Sunada tidak menanggapi wacana tersebut.
Menurutnya, yang terpenting produksi beras di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Bali. Sunada mengatakan, masih berusaha untuk memenuhi kebutuan masyarakat di Bali. Menurutnya, impor beras masih wacana dan belum tentu jadi.
“Kalau harapan saya supaya beras Bali yang dibeli oleh masysrakat bukan beras impor. Kalau kita melihat beras impor dan produksi Bali beda jauh dari segi kualitas. Masih cukup beras di Bali.
Kalau menurut saya, tak perlu impor karena kita manfaatkan atau beli beras-beras gabah petani. Jadi roda ekonomi Bali berputar,” tandasnya.
Wacana impor beras yang digadang-gadang oleh pemerintah pusat dinilai bukanlah solusi. Hal tersebut disampaikan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali, Dr Ir Gede Sedana MSc MMA. Menurutnya, peningkatan produksi beras di wilayah Bali yang harus lebih digencarkan.
“Sebaiknya impor beras tidak dilakukan, tetapi wajib meningkatkan produksi di dalam wilayah Bali,” kata Rektor Universitas Dwijendra Denpasar ini, Selasa (23/5).
Dia menjelaskan bagaimana kondisi petani saat ini khususnya di Bali. Menurutnya, petani di lahan sawah yang penguasaan lahannya sempit belum memiliki produktivitas gabah yang tinggi.
Saat ini, petani di Bali juga belum mendapatkan harga gabah yang relatif menguntungkan jika dibandingkan dengan kenaikan biaya produksi yang meliputi benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja di luar pajak lahan.
“Seingat saya Bali masih memiliki resiliensi yang bagus terhadap ketersediaan beras dan masih cukup untuk saat ini,” imbuhnya.
Kendala yang sering dialami oleh petani saat memproduksi beras adalah keterbatasan air irigasi, serangan hama dan penyakit, penguasaan lahan sawah yang sempit. “Selain itu, terbatasnya penggunaan teknologi budidaya yang benar, insentif pasar yang rendah, dan alih fungsi lahan sawah,” katanya.
Dia menilai, perlu adanya optimalisasi sektor pertanian, khususnya usaha tani padi. Pasalnya, lahan persawahan di Bali sangat produktif untuk dikelola guna meningkatkan produktivitas usahatani padi.
Namun, perlu adanya peningkatan teknologi budidaya padi guna menunjang produktivitas tersebut.
“Lahan-lahan sawah di Bali masih sangat produktif untuk dikelola, hanya memerlukan peningkatan penerapan teknologi budidaya padi yang semakin baik dan benar,” ungkapnya.
Sementara itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberi tunjangan kepada petani soal harga gabah di tingkat petani. Pasalnya, harga yang pantas harus diperoleh petani yang kemudian diatur melalui sebuah kebijakan perlindungan petani.
Sejatinya, perlindungan petani telah dituangkan dalam UU No 19 Tahun 2013. Gede Sedana meyakini, adanya kebijakan tersebut dapat berdampak pada produksi padi di Bali yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Bali. Bahkan dapat mencapai surplus.
“Dengan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan kepada petani dan subak, maka produksi padi di Bali pasti dapat memenuhi kebutuhan atau konsumsi masyarakat dan bahkan melebihinya,” jelasnya.
Selain perlindungan petani, subsidi terhadap sarana produksi juga tetap dilanjutkan. Tentunya, dengan skema yang menguntungkan para petani. Gede Sedana menilai, hal tersebut dapat meningkatkan gairah para petani untuk tetap melakukan usaha tani, alih-alih berubah profesi.
Disinggung soal harga beras lokal yang lebih mahal, pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Dwijendra itu mengakui jika harga beras lokal lebih tinggi. Namun, di balik harganya yang cenderung lebih tinggi, menyimpan cita rasa yang lebih baik dan lebih menyehatkan.
“Harga beras lokal Bali dan organik memberikan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras unggul karena kualitas, yaitu rasa yang lebih baik dan lebih sehat bagi manusia,” katanya. (sar/mah)
Mentan Tak Sepakat
MENTERI Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, tidak setuju dengan wacana impor beras untuk menanggulangi ancaman kekeringan akibat fenomena El Nino. Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut ada opsi impor beras untuk menghadapi El Nino jika diperlukan.
Yasin mengatakan, stok beras dalam negeri masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia hingga beberapa waktu ke depan. "Tanya yang mau (impor beras), kalau saya enggak. Beras (dalam negeri) kita kan banyak," ujar Yasin Limpo seusai membuka pelatihan petani dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/5).
Ketimbang melakukan impor beras, Mentan memilih untuk menguatkan sektor pertanian dengan melatih para petani agar lebih siap menghadapi ancaman pangan akibat cuaca panas ekstrem. Kementan sudah melatih 13 juta petani dan PPL sebagai upaya dalam memastikan ketersedian pangan utamanya menghadapi cuaca ekstrem El Nino yang diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2023.
"Dengan kesiapan komponen pertanian kita untuk bisa betul-betul memanfaatkan alam yang ada, dengan pengalaman dan teknologi yang ada, kita berharap El Nino bisa kita lewati dengan tidak membawa dampak buruk," kata Yasin.
Menurut Yasin, petani Indonesia sudah memiliki pengalaman melewati kekeringan akibat cuaca ekstrem. Namun, kekeringan bisa terkendali dengan mengendalikan debit air untuk pengairan pertanian. "El Nino ini bukan barang baru bagi petani Indonesia. Insya Allah dengan cara kita menghadapi El Nino dari 2015 yang paling tinggi, yang busuk tidak sampai 4 persen," ujar Yasin.
Namun, UNICEF juga memberi peringatan kepada negara-negara di dunia terkait ancaman kekeringan dan produksi pangan yang mengakibatkan 350 juta orang di dunia mengalami kelaparan. Peringatan cuaca panas ekstrem dari UNICEF juga tidak bisa dianggap remeh.
Yasin meminta pemerintah daerah untuk mengantisipasi ancaman fenomena El Nino di Indonesia.
"Lebih baik sense of crisis sehingga antisipasi seluruh bupati, camat, kepala desa benar-benar bekerja untuk mengejar (cadangan) air," sebut ujar Yasin.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkap peluang pemerintah untuk kembali melakukan impor beras dari luar negeri guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Peluang itu, menurut dia, akan diambil bila diperlukan. Terutama jika nantinya stok beras kurang karena terdampak fenomena El Nino.
"Ya (impor lagi), kalau diperlukan," ujar Zulkifli Hasan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/5). Pria yang akrab disapa Zulhas itu pun mengungkapkan, dirinya sudah melaporkan soal potensi dampak El Nino kepada Presiden Joko Widodo. (kompas.com)
| Dari Bali Wamenkes Beber Kans Indonesia Memimpin Industri Vaksin Dunia, Tantangan Ada di Harga Jual |
|
|---|
| DPRD Bali Setujui Tambahan Penyertaan Modal Rp 900 Miliar untuk PKB di Klungkung, Ini Alasannya! |
|
|---|
| Tumbuhkan Semangat Baru, YKAI Bali Ajak Anak-Anak Berwisata ke Marine Safari Bali |
|
|---|
| DRIVER Wajib KTP dan Nopol Bali, Giri Prasta Ungkap Sanksi Bagi Pelanggar, Bakal Ada Sweeping? |
|
|---|
| SAH! Driver Pariwisata Wajib KTP Bali dan Plat DK, DPRD & Pemprov Sepakati Perda ASK Pariwisata ! |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.