Wawancara Tokoh

Profesor LK Suryani: Aborsi Terkait Erat dengan Tingginya Gangguan Jiwa di Bali

Untuk menguak lebih jauh kaitan antara tindakan aborsi dan gangguan jiwa, Tribun Bali mewawancarai Prof Suryani

|
Penulis: Sunarko | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Dok. Tribun Bali
Pendiri Suryani Institute for Mental Health, Prof. Luh Ketut Suryani - Profesor LK Suryani: Aborsi Terkait Erat dengan Tingginya Gangguan Jiwa di Bali 

Setelah anak atau anggota keluarganya tidak sembuh-sembuh gangguan jiwanya, meskipun telah banyak mengonsumsi obat-obatan medis, mereka pun pergi ke balian atau dukun.

Baru setelah balian bilang bahwa gangguan kejiwaannya terkait dengan faktor spirit atau roh dari bayi atau janin yang digugurkan, mereka mulai percaya tentang adanya roh.

Bagaimana menjelaskan kaitan antara gangguan kejiwaan itu dengan faktor “gangguan”dari roh-roh bayi atau janin yang diaborsi?

Mereka yang biasa meditasi percaya bahwa roh itu ada. Di Bali ada istilah alam niskala. Sebetulnya semua agama mengakui adanya roh itu.

Jadi, ini yang harus ditanamkan agar angka gangguan jiwa di Bali tidak tinggi.

Sebab, angka gangguan jiwa yang tergolong tinggi di Bali secara nasional itu terkait dengan maraknya aborsi.

Roh-roh bayi atau janin yang digugurkan itu belum menemukan jalan pulang.

Mereka masih gentayangan, karena diabaikan atau tidak didoakan dan tidak diupacarai agar kembali kepada Tuhan.

Orang yang melakukan aborsi kan biasanya tidak sampai memikirkan hal-hal seperti itu.

Mereka anggap bahwa janin atau segumpal darah itu hanya fisik semata. Mereka tidak merasa berbuat dosa.

Bagaimana caranya supaya dimengerti oleh masyarakat banyak bahwa aborsi berkorelasi besar terhadap gangguan kejiwaan karena faktor roh ini?

Sebetulnya sudah banyak diakui dan diterima pandangan bahwa yang disebut manusia itu tidak hanya terdiri dari unsur fisik atau body semata.

Manusia tak hanya unsur fisik dan pikiran atau mind and body, tetapi manusia adalah satu kesatuan utuh yang terdiri dari mind (pikiran), body (badan fisik), spirit (roh) and socio-culture (sosio-budaya).

Kalau kita ikuti pandangan orang Barat yang condong melihat manusia sebagai eksistensi fisik semata, maka akan sulit untuk menyadarkan sudah adanya roh pada janin atau segumpal darah yang diaborsi.

Menanamkan pemahaman tentang eksistensi unsur roh pada diri manusia itu harus dimulai sejak kecil, sejak anak-anak.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved