Wawancara Tokoh
Profesor LK Suryani: Aborsi Terkait Erat dengan Tingginya Gangguan Jiwa di Bali
Untuk menguak lebih jauh kaitan antara tindakan aborsi dan gangguan jiwa, Tribun Bali mewawancarai Prof Suryani
Penulis: Sunarko | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - SEPERTI pucuk gunung es, terungkapnya praktik aborsi oleh drg I Ketut AW di Dalung, Badung, membuka realitas yang lebih memprihatinkan mengenai aborsi di Bali.
Ironisnya, berdasarkan liputan Tribun Bali, pelaku aborsi ternyata ada pula yang masih di bawah umur atau belum berusia 18 tahun.
Dokter ahli jiwa, Prof Dr Luh Ketut Suryani SpKJ bahkan mengungkapkan, aborsi merupakan salah-satu faktor penyebab utama kasus gangguan kejiwaan di Bali.
Kesimpulan itu diperoleh mantan guru besar Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Udayana (Unud) ini setelah menangani sekian banyak pasien gangguan jiwa selama bertahun-tahun.
Baca juga: Aborsi Itu Dosa! Baik Dilakukan Sengaja Maupun Tidak Sengaja, Ini Penjelasan PHDI Bali
Untuk menguak lebih jauh kaitan antara tindakan aborsi dan gangguan jiwa, Tribun Bali mewawancarai Prof Suryani, Kamis 25 Mei 2023. Berikut inpetikannya:
Terbongkarnya praktik aborsi ilegal baru-baru ini di Dalung menguak fakta bahwa ternyata cukup banyak tindakan aborsi terjadi di Bali. Bagaimana pendapat Prof Suryani tentang hal ini?
Sebetulnya cukup banyaknya tindakan aborsi itu bukan hal baru. Itu cerita lama. Saya sebagai dokter sekaligus sebagai orang Bali menganggap bahwa tindakan aborsi atau menggugurkan kandungan pada dasarnya adalah sama seperti membunuh. Baik itu aborsi karena alasan medis yang katanya legal, apalagi aborsi yang ilegal.
Sebab, menurut saya, sejak terjadi konsepsi atau bertemunya sel telur (ovum) perempuan dan sperma laki-laki, sebetulnya sejak itu sudah ada kehidupan.
Sudah ada spirit atau roh atau atma, walaupun belum terbentuk badan atau masih berupa segumpal darah.
Karena sudah ada kehidupan dan ada spirit atau roh setelah terjadinya konsepsi, maka melakukan aborsi atau pengguguran terhadap segumpal darah itu, menurut saya, sudah termasuk pembunuhan.
Tapi, tidak sedikit yang menganggap segumpal darah itu, ya hanyalah segumpal darah, sehingga kalau saya bilang sudah ada roh atau spirit di situ, saya malah dianggap aneh dan takhayul.
Bagaimana mengubah pandangan sebagian kalangan yang tidak percaya bahwa sebetulnya sudah ada kehidupan sejak terjadinya konsepsi?
Kalau memang tidak percaya, ya sulit untuk mengubahnya. Terutama pada mereka yang sudah banyak terpengaruh pandangan hidup Barat yang tidak percaya dengan hal-hal yang sifatnya roh atau niskala.
Tapi dari pengalaman saya, tidak sedikit penderita gangguan jiwa yang awalnya keluarga mereka tidak percaya saat saya bilang ada faktor roh dari bayi yang diaborsi yang jadi penyebab gangguan jiwa itu.
Mereka hanya mengaitkan gangguan jiwa yang diderita anak atau anggota keluarga mereka dengan faktor medis semata, sehingga mereka cuma percaya pada obat-obatan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.